Agung Podomoro Buka Toko Online Barang Elektronik dari Glodok

ANTARA FOTO/Faumada Hidayatullah
Aktivitas perdagangan di pertokoan Glodok, Jakarta, 19 Juli 2017
Penulis: Asep Wijaya
Editor: Yura Syahrul
5/10/2017, 10.46 WIB

Bulan depan, tiga pusat perbelanjaan milik PT Agung Podomoro Land (Tbk), secara resmi akan merambah bisnis perdagangan digital (e-commerce). Langkah ini dipercaya sebagai upaya penyelamatan bisnis perdagangan konvensional milik mereka yang berpotensi tergerus oleh arus jual-beli barang di toko online.

Ada tiga pusat perbelanjaan yang akan menjadi basis pasokan barang di toko online milik Agung Podomoro, yakni Plaza Kenari Mas, Harco Glodok, dan Lindeteves Trade Center (LTC) Glodok. Sebagai permulaan, toko digital itu akan diisi oleh 3.000 pedagang yang selama ini menyewa lapak di tiga pertokoan tersebut.

Agar lebih fokus, Agung Podomoro memilih segmen retail alat perkakas dan barang elektronik yang selama ini menjadi andalan tiga pusat belanja itu. Manajer Periklanan dan Promosi LTC Glodok, Hendry Trie Asmono, menyebut, platform e-commerce buatan Agung Podomoro hanya akan menjual barang eksklusif dari ketiga pusat perbelanjaan itu.

“Toko online ini akan menjadi toko terlengkap penyedia semua perlengkapan penunjang barang elektronik dan perkakas,” kata Hendry.

Peralihan cara berdagang ke model bisnis online ini harus ditempuh bila tidak ingin ditinggal oleh konsumen. Presiden Joko Widodo baru-baru ini bahkan menyebut adanya pergeseran belanja masyarakat dari medium konvensional ke medium digital.

Jokowi merujuk kepada data penerimaan jasa kurir dan pajak dari sewa gudang yang sama-sama meningkat. Keduanya menunjukkan pertumbuhan e-commerce yang kian meningkat. Penerimaan pajak jasa perusahaan di bidang sewa gudang tercatat mengalami peningkatan sebesar 14,7% dibandingkan tahun lalu. Adapun penerimaan pajak dari jasa kurir PT Pos Indonesia, JNE, dan Tiki meningkat sebesar 130% pada September.

Cara menjangkau pasar melalui model bisnis digital ini juga dilakukan Lippo Group dengan meluncurkan platform MatahariMall.com tahun 2015. John Riady, Direktur Lippo Group, saat itu menyebut aksi korporasi ini akan memperkuat ekosistem yang ada saat ini dengan menyatukan pembeli dan penjual agar bisa bertransaksi kapan pun dan di mana pun.

Perusahaan ini bahkan pernah menyebut, gabungan bisnis ritel offline dan online mereka akan menghasilkan US$ 25 miliar atau Rp 322 triliun dalam lima tahun ke depan. Dari angka itu, 20% ditargetkan berasal dari transaksi online.

Langkah yang diambil Matahari dengan memperluas jangkauan kepada konsumen melalui online dinilai tepat. Sebab, belum lama ini, PT Matahari Department Store Tbk menutup dua gerainya di Pasaraya Blok M dan Pasaraya Manggarai karena sepi pengunjung.

Sekretaris Perusahaan Matahari Department Store Miranti Hadisusilo menyebut alasan penutupan karena jumlah pembeli di dua gerai itu semakin sedikit. Akibatnya, kinerja Pasaraya Blok M dan Manggarai tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Wakil Ketua Indonesian E-Commerce Association (IDEA) Bidang Kebijakan Publik Budi Gandasoebrata sudah memprediksi kian maraknya transaksi secara online. Masyarakat saat ini, kata dia, malas berbelanja di luar yang harganya lebih mahal serta harus menempuh lokasi yang jauh dan bermacet-macetan. “Orang kini mencari kemudahan,” serunya.

Indikasi itu sudah terlihat dari data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang mengungkapkan pertumbuhan penjualan industri ritel anjlok 20 persen sepanjang kuartal I 2017 dibanding dengan periode yang sama tahun lalu. Pada 2016, kata Ketua Umum Aprindo Roy Mande, pertumbuhan penjualan ritel bisa mencapai Rp 40 triliun. “Tapi di kuartal I 2017 ini sepertinya kurang dari Rp 30 triliun,” kata dia.

Laju penjualan ritel yang merosot itu salah satunya disebabkan karena pergeseran perilaku konsumen. Guru besar Manajemen Universitas Indonesia Rhenald Kasali secara tegas mengatakan masyarakat Indonesia kini mengalami perpindahan (shifting) dari ekonomi konvensional ke ekonomi alternatif, salah satunya adalah digital economy.