Upaya pemerintah mengembangkan bisnis e-commerce dengan menerbitkan paket kebijakan ekonomi ke-14, ternyata tidak sepenuhnya disambut positif oleh para pelaku bisnis tersebut. Penyebabnya, pasca terbitnya paket kebijakan itu, bisnis e-commerce bakal diatur beragam regulasi.
CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro melihat, regulasi terkait e-commerce bakal diterbitkan berbagai instansi, mulai dari Kementerian Perdagangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika. Tujuannyauntuk mendukung pengembangan bisnis digital.
Namun, tak bisa dipungkiri, banyaknya regulasi itu bakal menjadi tantangan baru bagi pelaku bisnis e-commerce. Eddi pun menduga, bakal banyak pelaku usaha di sektor ini yang tidak sanggup lagi meneruskan bisnisnya.
"Tahun 2017 saya melihat akan banyak (e-commerce) yang berguguran. Tapi dengan begitu, yang tertinggal adalah yang memiliki bisnis yang bagus dengan modal kuat," katanya saat konferensi pers dalam seminar Tech in Asia di Jakarta, Rabu (16/11). (Baca juga: Rilis Paket ke-14, Pemerintah Permudah Pendanaan E-Commerce)
Agar tak banyak pelaku usaha yang berguguran, Eddi menilai pemerintah perlu menetapkan regulasi yang spesifik untuk berbagai jenis e-commerce yang ada. Bahkan, pemerintah harus membedakan regulasi untuk e-commerce dengan regulasi untuk bisnis teknologi digital di bidang keuangan (financial technology/fintech) dan bisnis pemula (startup) digital lainnya.
Beberapa regulasi yang jadi sorotan Eddi yaitu terkait perlindungan konsumen dan perpajakan. Meski begitu, dia mengakui, ada juga regulasi yang ditengarai akan memudahkan pelaku usaha e-commerce, bahkan bisa mendorong terciptanya iklim usaha yang sehat di sektor itu.
Kemunculan berbagai regulasi untuk e-commerce juga disoroti Partner Ventura Capital Plern Tee Suraphongchai. Ia menyarankan agar pemerintah mengajak para pelaku bisnis digital, terutama e-commerce , untuk berdiskusi sebelum mengeluarkan kebijakan. Tujuannya agar kebijakan yang diterbitkan pemerintah tepat sasaran dan menguntungkan kedua belah pihak, baik pemerintah maupun pelaku bisnis.
"Pemerintah harus terbuka dalam diskusi dan dialog dengan pelaku usaha ini," ujarnya. Dengan begitu, ia berharap, tak terlalu banyak bisnis e-commerce yang berguguran.
Sementara itu, Managing Partner Ideosource Andi Boediman menyoroti tantangan lainnya di bisnis e-commerce yaitu modal. Menurutnya, pasar bisnis digital di Indonesia cukup menjanjikan. Namun, minimnya modal bakal membuat pelaku bisnis e-commerce terjebak dengan model pengembangan berupa akuisisi oleh perusahaan-perusahaan besar.
(Baca juga: Pebisnis Pemula E-Commerce Dapat Kredit Bersubsidi)
Alhasil, banyak bisnis e-commerce yang akan bergabung di bawah satu nama perusahaan besar. Kondisi ini menimbulkan ketimpangan dari sisi permodalan antara perusahaan yang diakuisisi dengan yang tidak diakuisisi. Ujung-ujungnya, persaingan menjadi semakin berat. "Ke depan saya melihatnya akan ada funding gap yang besar di tengah-tengah," ujar Andi.
Untuk itu, dia menyarankan agar e-commerce yang baru berdiri atau baru akan dibentuk untuk menciptakan produk yang bisa mengatasi masalah di tengah masyarakat secara tepat. Tujuannya agar mampu bersaing di bisnis ini. (Baca juga: Rambu-Rambu Perusahaan Startup agar Bernapas Panjang)
Pelaku usaha juga harus memiliki fokus bisnis yang spesifik dan menjual sesuatu yang berpeluang jadi tren di masa depan. "Jadi bisnisnya jangan palugada (apa lu mau gua ada). Cari sesuatu yang akan jadi tren, bukan yang sudah tren."