Bos Bukalapak Ungkap Rencana Ekspansi ke Luar Negeri Setelah IPO

ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Karyawan menunjukkan fitur pembelian tiket Kereta Api (KA) Bandara pada aplikasi Bukalapak dengan menggunakan gawai saat perjalanan dari Stasiun BNI City menuju ke Stasiun Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
13/10/2021, 12.44 WIB

President Director Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan, perusahaan membuka peluang ekspansi ke luar negeri setelah mencatatkan saham perdana ke publik atau IPO. Namun, pasar Indonesia tetap menjadi yang utama.

"Kami berpikiran terbuka tentang ekspansi internasional," kata Rachmat dalam acara Tech in Asia Conference 2021, Rabu (13/10). Rachmat tidak menjelaskan secara detail negara mana yang menjadi target ekspansi. 

Ia menyampaikan, perusahaan merevisi misi pada tahun lalu untuk tidak membatasi diri dalam hal geografis. "Kami berpikir, mungkin ada sesuatu yang bisa dicapai di pasar internasional," ujarnya.

Sedangkan pesaingnya, Shopee merambah banyak negara. E-commerce asal Singapura ini disebut-sebut hadir di Meksiko, Brasil, dan India. Selain itu, bersiap meluncur di Polandia, Argentina, dan Spanyol.

E-commerce bernuansa oranye itu lebih dulu hadir di Asia Tenggara, yakni Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, Taiwan, Vietnam, dan Filipina.

Hanya saja, pasar Indonesia tetap menjadi utama. Menurutnya, Nusantara sudah cukup besar.

Perusahaan pun melihat, masih banyak masalah yang harus dipecahkan oleh Bukalapak di pasar Indonesia. "Jadi, saya pikir pasar top bisnis kami di Indonesia," katanya.

Pada 2019, Bukalapak merambah pasar ekspor dengan meluncurkan BukaGlobal di lini bisnis marketplace. Lewat layanan ini, pengguna di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Hong Kong, dan Taiwan bisa membeli produk Indonesia melalui Bukalapak.

Selain ekspansi, Bukalapak akan menjalankan sejumlah strategi setelah IPO seperti melanjutkan strategi bisnis all commerce. Kemudian, menambah produk, layanan, dan fitur baru.

Strategi bisnis all commerce bakal meliputi lini bisnis digitalisasi warung melalui layanan Mitra Bukalapak yang dianggap potensial.

Berdasarkan riset Euromonitor International, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina berbelanja di toko kelontong. Transaksinya mencapai US$ 479,3 miliar atau 92% dari total nilai pasar retail US$ 521 miliar pada tahun lalu.

Hingga kini, Bukalapak menggaet 8,7 juta mitra. Rahmat menyampaikan bahwa saat ini perusahaan sudah menguasai 40% pasar digitalisasi warung.

Selain fokus pada digitalisasi warung, perusahaan menyasar pasar kota tingkat (tier) dua. Kota yang menjadi incaran perusahaan seperti Yogyakarta, Manado, Solo, Palembang, dan Pekanbaru. 

Potensi yang jarang dilirik tersebut dianggap menjadi peluang bagi perusahaan. Ini mengingat, beberapa perusahaan e-commerce cenderung hanya menyasar pasar kota-kota besar.

Presiden Bukalapak Teddy Oetomo mengatakan, strategi lainnya yaitu berkolaborasi dengan beragam ekosistem untuk menambah layanan baru. Salah satunya, perusahaan berkolaborasi dengan Ashmore Asset Management Indonesia meluncurkan aplikasi investasi bernama BMoney.

"Kami coba menambah inovasi investasi untuk pengguna, agar layanan investasi dari Bukalapak ke depan bukan hanya reksadana," kata Teddy pada Juli (9/7).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan