Alasan Shopee Hengkang dari India dan Prancis Setelah 6 Bulan Hadir

shopee
Ilustrasi platform Shopee
Penulis: Desy Setyowati
29/3/2022, 14.00 WIB

Shopee gencar memperluas pasar hingga ke Amerika Latin dan Eropa akhir tahun lalu. Namun e-commerce asal Singapura ini memutuskan untuk keluar dari India dan Prancis, setelah hadir sekitar enam bulan.

Induk Shopee, Sea Group menegaskan bahwa keputusan untuk menutup Shopee di India bukan karena gim Free Fire dilarang. Game buatan Garena ini diblokir oleh pemerintah India bulan lalu.

Akibat pemblokiran itu, Sea Group kehilangan kapitalisasi pasar harian lebih dari US$ 16 miliar atau Rp 228 triliun. Ini karena harga sahamnya di bursa New York, Amerika Serikat (AS) anjlok lebih dari 18% pada perdagangan medio bulan lalu (14/2), setelah Free Fire diblokir.

Saham Sea kehilangan hampir dua pertiga nilainya sejak Oktober 2021. Hal ini karena investor semakin khawatir dengan kondisi pemblokiran Free Fire di India.

Menurut investor, pemblokiran Free Fire mungkin saja menjadi awal dari masalah perusahaan.

Meski begitu, Sea Group membantah bahwa keluarnya Shopee dari India karena pemblokiran Free Fire. “Mengingat ada ketidakpastian pasar global, kami memutuskan untuk menutup Shopee India," ujar juru bicara Sea Group dikutip dari TechCrunch, Senin (28/3).

Shopee hadir di India pada September tahun lalu. TechCrunch melaporkan bahwa Shopee diam-diam meluncurkan situs web untuk penjual di India.

E-commerce bernuansa oranye itu juga gencar merekrut penjual dan menawarkan mereka fasilitas, seperti pengiriman gratis dan komisi nol.

Namun, peluncuran Shopee di India tahun lalu sempat menuai kecaman dari para peritel lokal. Konfederasi pedagang seluruh India (CAIT) menghubungi Perdana Menteri India Narendra Modi dan memperingatkannya bahwa kedatangan pemain asing seperti Shopee merupakan bentuk perdagangan yang tidak adil.

CAIT juga menganggap bahwa masuknya Shopee akan merusak ekosistem lokal.

Shopee lebih dulu menutup operasinya di Prancis pada 6 Maret. Padahal, e-commerce ini baru menginjakkan kaki di negara itu pada Oktober 2021.

Perusahaan mengatakan, kehadiran Shopee di Prancis merupakan uji coba awal jangka pendek. Setelah itu, Sea Group memutuskan untuk tidak melanjutkan layanan di negara ini.

Sedangkan di Eropa, Shopee juga tersedia di Spanyol dan Polandia dalam bentuk versi aplikasi yang dilokalkan.

“Pasar lain tidak terpengaruh. Kami terus mengadopsi pendekatan berpikiran terbuka dan disiplin untuk menjelajahi pasar baru,” kata perusahaan, dikutip dari Tech In Asia.

Sea Group mencatatkan peningkatan pendapatan 127,5% secara tahunan (year on year/yoy) dari US$ 4,4 miliar pada 2020 menjadi hampir US$ 10 miliar (Rp 143,9 triliun) tahun lalu. Namun kerugiannya membengkak.

Rugi bersih Sea Group naik 17,9% yoy dari US$ 1,3 miliar pada 2020 menjadi US$ 1,5 miliar (Rp 21,6 triliun) tahun lalu. Sedangkan laba kotor naik 188,8% menjadi US$ 3,9 miliar.

Total laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA yang disesuaikan negatif US$ 593,6 juta atau membengkak dibandingkan 2020 US$ 107 juta.

“Pada 2021, kami terus berfokus pada pertumbuhan berkelanjutan. Melayani permintaan dan kebutuhan komunitas yang tumbuh dan berkembang pesat. Dengan skala pertumbuhan kami, kepemimpinan pasar, dan saldo kas yang kuat,” kata Chief Executive Officer Sea Grup Forrest Li dikutip dari keterangan resmi, awal bulan ini (1/3).

“Kami yakin berada di posisi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi di seluruh ekosistem untuk pertumbuhan dan mengelola tuas bisnis guna mencapai profitabilitas di lebih banyak pasar dan segmen pada 2022 dan seterusnya,” tambah dia.

Pendapatan divisi e-commerce yakni Shopeee melonjak 136,4% menjadi US$ 5,1 miliar. Pesanan kotor mencapai 6,1 miliar atau naik 116,5%. Nilai transaksi bruto atau GMV Shopee meningkat 76,8% menjadi US$ 62,5 miliar.

Namun EBITDA yang disesuaikan Shopee menurun dari minus US$ 1,3 miliar menjadi negatif US$ 2,6 miliar. Kerugian EBITDA yang disesuaikan per pesanan meningkat 8,7% menjadi US$ 420 juta.

Sedangkan pendapatan dari lini bisnis hiburan seperti Garena, naik 114,3% menjadi US$ 4,3 miliar. “Ini terutama karena peningkatan basis pengguna aktif kami, serta penetrasi pengguna berbayar yang semakin dalam,” kata perusahaan.

EBITDA yang disesuaikan untuk lini bisnis hiburan, termasuk game Free Fire meningkat 40% menjadi US$ 2,8 miliar.