Shopee, Tokopedia, TikTok Dinilai Tiru Startup Cina supaya Untung

Katadata/Desy Setyowati
Bukalapak, Lazada, TikTok, Tokopedia, Shopee
Penulis: Desy Setyowati
5/6/2023, 14.31 WIB

Shopee, Tokopedia, TikTok, Lazada dinilai meniru strategi e-commerce Cina Temu untuk meraup untung. Strategi yang dimaksud yakni model konsinyasi.

Model konsinyasi adalah perjanjian antara pemilik barang untuk menyerahkan barang kepada pihak tertentu untuk menjual dan akan mendapatkan komisis tertentu yang sudah disepakati.

Temu ialah e-commerce di bawah Pinduoduo, salah satu pesaing Alibaba.

“Daya tarik cepat Temu jelas menarik banyak perhatian dari rekan dan pesaing, dengan gaya khas Cina. Banyak platform e-commerce tampaknya menyimpulkan bahwa model Pinduoduo setidaknya patut untuk dicoba,” kata Momentum Works dalam laporan, pekan lalu (30/5).

Dengan model konsinyasi tersebut, klien mengirimkan barang ke gudang Temu. Platform di bawah Pinduoduo ini yang menetapkan harga kepada konsumen.

“Alih-alih komisi atau biaya, pendapatan platform akan berasal dari selisih harga antara apa yang dikumpulkan dari konsumen dan apa yang dibayarkan kepada penjual, produsen, merek atau brand,” demikian dikutip.

“Ya, ini adalah model ritel yang efektif tanpa melakukan persyaratan modal kerja yang berat atau risiko inventaris. Atau kita bisa menyebutnya model konsinyasi,” Momentum Works menambahkan.

Lazada meluncurkan model konsinyasi untuk penjual lintas-negara pada 25 April.

“Di bawah model ini, pedagang akan membuka toko yang dikelola sepenuhnya, mempertahankan kepemilikan toko dan hak barang, dan menikmati pengoperasian, logistik, purna jual, dan layanan lain yang disediakan oleh Lazada,” kata perusahaan dalam keterangan pers berbahasa Mandarin, pada April (25/4).

Lazada mengatakan, skema itu memungkinkan penjual mengurangi banyak biaya pembelajaran dan pengoperasian. Selain itu, menyederhanakan operasional pedagang.

“Pedagang dapat berkonsentrasi pada produk, penelitian dan pengembangan, serta terus meluncurkan produk berkualitas tinggi untuk memperluas daya saing inti,” kata Lazada.

TikTok juga mengumumkan model konsinyasi ‘all-inclusive’ pada 16 Mei. “Pedagang memasok produk ke TikTok Shop dan kami menangani semua operasi e-commerce, termasuk mengelola harga, unggahan produk, layanan pelanggan, pemasaran, dan pemenuhan,” ujar TikTok dalam keterangan pers.

Shopee juga dilaporkan berupaya meluncurkan versi sendiri untuk layanan konsinyasi lintas-negara.

Di Indonesia, Shopee menyediakan layanan ‘Dikelola Shopee’ yang terdiri dari:

  • Pengelolaan pesanan
  • Pengelolaan stok
  • Tim operasional andal
  • Agent Chat terlatih
  • Pengemasan dan pengiriman, yang memungkinkan produk dikemas maksimal 24 jam.
  • Pengembalian produk
  • Semua aktivitas yang di-update di Gudang Shopee seperti data pesanan/produk akan tercatat pada sistem dan tecermin ke Seller Centre

Tokopedia juga memiliki layanan ‘Dilayani Tokopedia’. Ini adalah layanan pemenuhan pesanan melalui fasilitas gudang yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Palembang, dan Medan.

Katadata.co.id sudah mengonfirmasi hal itu kepada Tokopedia, Shopee, dan Lazada. Namun belum ada tanggapan.

Tantangan Model Konsinyasi

Momentum Works mengungkapkan manfaat dari model konsinyasi, jika dikelola dengan baik:

  1. Penjual/produsen/merek tidak perlu mengelola kerumitan pemasaran, pemenuhan, dan layanan pelanggan
  2. Konsumen akan mendapatkan pengalaman yang konsisten. Misalnya ketika saya memesan enam item dari pemasok yang berbeda, semuanya tiba pada waktu yang sama dalam satu paket.
  3. Platform dapat memaksimalkan efisiensi operasional tanpa mengkhawatirkan persyaratan modal kerja atau risiko inventaris
  4. Penyedia logistik hanya perlu berinteraksi dengan platform e-commerce, alih-alih banyak penjual.

Namun, ada tantangan yang perlu diperhatikan seperti:

1. Apakah platform akan berjalan dengan baik?

Model konsinyasi berbeda dengan model marketplace yang menjadi basis banyak platform. Di bawah model konsinyasi, platform perlu melakukan lebih banyak pemasaran, pemenuhan, layanan pelanggan.

“Butuh kemampuan untuk melakukan semua ini secara efektif,” kata Momentum Works.

Shopee dan beberapa platform mencoba untuk meniru model SHEIN, penyedia fast fashion asal Cina.

SHEIN juga identik dengan istilah ‘shein haul’. 'Haul' adalah sebutan dari kegiatan memamerkan produk pakaian yang baru dibeli dan mengunggahnya di media sosial.

Di Indonesia juga sempat tren Shopee haul. “Namun Shopee tidak berhasil meniru model SHEIN,” ujar Momentum Works.

Alasannya model bisnis SHEIN menuntut banyak perhatian kepemimpinan dan sumber daya organisasi untuk melakukannya dengan baik.

2. Setelah mencapai volume signifikan tertentu, platform akan menekan pemasok dan penyedia logistik sebanyak yang mereka bisa.

Pada akhirnya, platform dan setiap pemangku kepentingan perlu menemukan keseimbangan agar setiap orang bersedia untuk terus menerus memasok dan menjual barang baru.