Pemerintah berencana meminta TikTok memisahkan bisnis media sosial dan e-commerce di Indonesia. Peneliti Ekonomi Digital Ignatius Untung Surapati menilai, perusahaan membutuhkan biaya besar untuk memenuhi aturan ini.

Menurutnya wacana kebijakan tersebut tidak mendasar. “Saya tidak melihat ada urgensi dan dasar hukumnya,” katanya dalam Talkshow ‘Dampak Social Commerce Pada UMKM di Indonesia’ di Jakarta Selatan, Jumat (15/9).

Ia berharap pemerintah mengkaji matang-matang kebijakan terkait e-commerce, dengan melibatkan pelaku usaha dan melakukan uji publik.

Sebab, pemisahan platform media sosial dan e-commerce akan membutuhkan dana yang besar. “Seringkali aturan dikeluarkan, tetapi studinya tidak cukup,” ujar Ignatius.

Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki  berharap Indonesia bisa menerapkan peraturan seperti Cina terkait TikTok. Beijing membuat aturan agar raksasa teknologi seperti Alibaba dan induk TikTok, ByteDance tidak memonopoli pasar.

“Di sana, dipisahkan (perizinan) media sosial dan perdagangan online,” kata Teten kepada media usai konferensi pers AFPI UMKM Digital Summit 2023 di Jakarta, Kamis (14/9). "Saya mengibaratkan Cina, kan bagus."

Dengan menerapkan kebijakan antisipasi monopoli oleh raksasa teknologi, ekonom digital Cina dikuasai oleh pemain domestik. Hanya 10% yang asing.

Ia berharap Indonesia dapat mengikuti jejak tersebut. "Bangun internet seharusnya untuk menyejahterakan ekonomi masyarakat,” ujar Teten.

Teten sudah bertemu dengan TikTok dan ingin bekerja sama.

Pemerintah ingin mengetahui bagaimana produk yang dijual di TikTok lebih murah ketimbang buatan UMKM. Namun, Teten mengatakan TikTok belum memberikan jawaban.

Ia menyampaikan, UMKM tak akan bisa bersaing dengan produsen yang menjual harga barang murah di TikTok. "Tidak masuk akal karena biaya logistik dan produksi," ujar dia.

Reporter: Lenny Septiani