Lazada melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK pada awal tahun. Perusahaan venture builder yang berbasis di Singapura Momentum Works mengungkapkan potensi alasannya.
Tech In Asia melaporkan, Lazada disebut-sebut melakukan PHK terhadap 30% dari total karyawan. Momentum Works mencatat, e-commerce yang berbasis di Singapura ini memiliki sekitar 10 ribu pegawai.
Jika kabar Lazada melakukan PHK terhadap 30% itu benar, maka totalnya sekitar 3.000 orang.
Juru bicara Lazada mengatakan, perusahaan melakukan penyesuaian proaktif untuk mentransformasi tenaga kerja. Ini bertujuan memposisikan Lazada agar lebih gesit dan efisien dalam bekerja guna memenuhi kebutuhan bisnis di masa depan.
Namun, ia tidak menyebutkan jumlah karyawan yang terkena dampak PHK maupun informasi terkait pesangon.
"Transformasi ini mengharuskan kami menilai kembali kebutuhan tenaga kerja dan struktur operasional untuk memastikan Lazada memiliki posisi lebih baik untuk bisnis dan karyawan di masa depan,” kata juru bicara dikutip dari The Straits Times, pekan lalu (4/1).
Katadata.co.id menghubungi Lazada Indonesia terkait PHK itu. Namun belum ada tanggapan.
Mengkaji Penyebab Lazada PHK
Momentum Works menduga, alasan Lazada PHK yakni sentralisasi alokasi sumber daya dan beberapa fungsi operasional.
“Hal ini sangat berbeda dengan beberapa penilaian dua tahun lalu yang menyebutkan bahwa Lazada memiliki tim regional yang besar, namun tidak cukup di negara di mana mereka bersaing dengan Shopee,” kata Momentum Works dalam laporan.
Namun, banyak hal telah berubah selama dua tahun terakhir, seperti:
- Pertumbuhan e-commerce melambat
- Konsumen lebih berhati-hati dalam berbelanja di tengah inflasi dan penarikan subsidi pemerintah di beberapa negara
- Dalam lanskap kompetitif, persaingan dengan TikTok Shop dan Shopee melonjak
- Kepemimpinan dan organisasi: Induk utama Lazada yakni Alibaba Grou sedang mengalami transformasi besar-besaran
- Tren penggunaan AI generatif untuk meningkatkan produktivitas
“Melawan Shopee dan TikTok Shop untuk memperebutkan pasar nomor satu akan sulit. Mempertahankan posisi nomor satu juga menjadi tanda tanya besar,” ujar Momentum Works.
Menurut Momentum Works, Lazada mengerahkan banyak sumber daya pada Choice yakni model konsinyasi penuh lintas-negara. Namun ‘hemat’ atau ‘murah’ bukanlah sesuatu yang konsumen kenal tentang Lazada.
“Upaya membalikkan persepsi tersebut akan memakan biaya yang sangat besar, dan dapat membahayakan hubungan yang sudah ada antara Lazada dengan merek atau brand,” kata Momentum Works.
“Dalam kondisi yang tidak menentu dan mungkin tidak menguntungkan ini, organisasi Lazada tentu harus lebih efisien. Bagaimana? Banyak organisasi besar di industri tradisional mengalami dilema serupa. Hanya saja dalam dunia teknologi, banyak hal berubah lebih cepat dan menjadi lebih menonjol,” katanya.
Momentum Works menilai, Lazada melakukan strategi dengan target jangka panjang, menghemat sumber daya, dan menjadi lebih gesit. “Berhasil atau tidaknya mereka bergantung pada keadaan, kepemimpinan, sumber daya manusia, dan organisasi,” ujar Momentum Works.