Harbolnas Tetap Digelar di Tengah Tren Deflasi, Bagaimana Dampak ke e-Commerce?

ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/sgd/YU
Warga menunjukan promosi potongan harga Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) di aplikasi belanja daring di Jakarta, Selasa (12/12/2023).
9/10/2024, 20.22 WIB

Menjelang akhir tahun sejumlah platform penjualan daring atau e-commerce mulai bersiap menggelar pesta diskon melalui program hari belanja online nasional (harbolnas). Meski begitu Harbolnas tahun ini akan berbeda lantaran dilaksanakan di tengah tren deflasi yang terjadi lima bulan terakhir. 

Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, menyebut ada kemungkinan platform e-commerce tidak akan terimbas deflasi yang menghantam Indonesia lima bulan terakhir. Daya beli masyarakat, menurut Nailul, masih bisa disalurkan dalam periode harbolnas atau hari belanja online nasional yang berlangsung pada akhir tahun.

“Namun demikian, akhir tahun ini kami berharap ada backbounce atau lompatan daya beli seiring dengan adanya pendapatan dari bonus akhir tahun,” ujar Nailul pada Katadata, Rabu (9/10).

Selain bonus akhir tahun, Nailul menyebut biasanya e-commerce menerapkan berbagai diskon besar di periode harbolnas. Biasanya ini terjadi pada tanggal kembar: 10 Oktober, 11 November, dan 12 Desember.

“Tapi bagi masyarakat yang kehilangan daya beli karena menjadi korban PHK, tentu dua faktor tersebut tidak berpengaruh karena pendapatan pun mereka tak ada,” kata Nailul.

Nailul mencatat salah satu contoh pengaruh daya beli masyarakat terhadap penurunan transaksi e-commerce pernah terjadi pada 2023.  Kala itu, transaksi ecommerce mencapai Rp 454 triliun padahal pada 2022 nilainya mencapai Rp 476 triliun.

Menurut Nailul, e-commerce wajib menggunakan masa harbolnas ini untuk mendorong nilai atau volume perbelanjaan. Namun Nailul meminta e-commerce mempromosikan barang buatan lokal, bukan impor.

Indonesia sendiri mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut, dari Mei—September 2024. Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan deflasi pada September 2024 mencapai 0,12% secara bulanan (mtm), atau lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,03%.

Secara historis, deflasi pada September 2024 menjadi terdalam bila dibandingkan bulan yang sama dalam lima tahun terakhir. Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan penyebab deflasi dalam lima bulan terakhir karena penurunan harga pangan bergejolak atau volatile food.

Sementara itu, Kementerian Perdagangan menyebut penyebab deflasi selama lima bulan berturut-turut di Indonesia bermula dari penurunan permintaan pasar global. Ekspor turun karena permintaan turun, jadi ada penurunan produksi di sektor industri. Akibatnya, banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK yang berefek ke daya beli masyarakat.

Reporter: Amelia Yesidora