Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyetop sementara pendaftaran perusahaan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending). Sebab, otoritas dan asosiasi berfokus mengembangkan pusat data fintech alias pusdafil, yang salah satu manfaatnya mengidentifikasi peminjam ‘nakal’.
Kepala Eksekutif Bidang Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Riswinandi menjelaskan, instansinya tengah menyempurnakan sistem pengawasan. Karena itu, proses pendaftaran dihentikan sementara.
“Penghentian itu dilakukan untuk memberi waktu dalam menyempurnakan sistem pengawasan dan memastikan peningkatan kualitas industri ini,” kata Riswinandi dikutip dari akun resmi OJK di Twitter @ojkindonesia, hari ini (25/2).
Meski begitu, OJK hanya menegaskan bahwa fintech lending yang mengajukan izin tetap ditindaklanjuti. Selain itu, diberlakukan daftar tunggu bagi pendaftaran baru hingga semester II 2020.
(Baca: Peminjam Punya Banyak Akun, Fintech Sulit Kaji Risiko Kredit)
Penghentian sementara itu dilakukan selama enam bulan. Selama itu pula, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) berfokus mengintegrasikan platform seluruh anggotanya dengan Pusdafil atau disebut juga Fintech Data Center (FDC).
Pusdafil itu dapat mendeteksi dan mencegah calon nasabah melakukan peminjaman berlebih di banyak platform fintech pada waktu bersamaan. Sarana itu diluncurkan pada Januari lalu.
Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengatakan, asosiasi berkomitmen mewujudkan iklim industri fintech lending yang sehat dan berkembang pesat, pada Semester I 2020. Karena itu, AFPI memutuskan berfokus mengembangkan dan konsolidasi agar kinerja internal organisasi lebih optimal.
“Butuh waktu sekitar enam bulan untuk mengintegrasikan secara penuh dan real time (Pusdafil) bagi seluruh anggota AFPI saat ini,” kata Adrian dalam siaran pers. (Baca: OJK Buka Peluang Batasi Jumlah Perusahaan Fintech Pembiayaan)
Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede menambahkan, Pusdafil akan berperan optimal jika seluruh anggota terintegrasi. Namun hingga kini, baru 11 dari 161 anggota AFPI yang sudah mengintegrasikan platform-nya dengan pusdafil.
Padahal, sarana itu bertujuan meningkatkan manajemen risiko di industri. “Platform dapat mengetahui calon peminjam sudah meminjam ke berapa banyak fintech lending,” kata Tumbur.
Melalui pusat data itu, penyelenggara fintech dapat mengetahui portofolio calon peminjam dan credit assessment sehingga bisa mencegah potensi kredit bermasalah. FDC juga bisa memastikan keamanan data pribadi yang akan terintegrasi dan dapat diakses antar penyelenggara.
(Baca: Dua Syarat Fintech Lending Bisa Pakai Platform "Anti-peminjam Nakal")
Data tersebut antara lain Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan kolektabilitas kredit dari peminjam. Untuk nama penyelenggara fintech lending yang memberikan data akan dirahasiakan.
Berdasarkan data OJK hingga Desember 2019, ada 164 fintech lending yang terdaftar di OJK hingga akhir tahun lalu. Sebanyak 25 di antaranya sudah berizin.
Namun per Februari, jumlah anggota AFPI menjadi 161 penyelenggara karena satu dicabut tanda daftarnya, dan dua lainnya mengembalikan tanda daftar.
Total penyaluran pinjaman dari fintech lending mencapai Rp 81,5 triliun, meningkat 259% sejak awal tahun (year to date/ytd). Jumlah pemberi pinjaman (lender) juga meningkat 192% menjadi 605.935. Rekening peminjam (borrower) juga tumbuh 325% menjadi 18.569.123 entitas.
(Baca: Fintech Bisa Berbagi Data Peminjam Nakal Mulai September)