BI Dorong Kolaborasi Bank dan Fintech Agar Bunga Pinjaman Turun

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi Tanamduit di acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta Convention Center,  Jakarta (23/9). BI menilai, kolaborasi fintech dan bank terkait data bisa menurunkan bunga pinjaman.
Penulis: Desy Setyowati
24/9/2019, 21.59 WIB

Bank Indonesia (BI) mengatakan, bunga pinjaman berpotensi turun jika perbankan berkolaborasi dengan perusahaan teknologi finansial (fintech). Sebab, integrasi data berpeluang menurunkan premi risiko (risk premium) atas kredit yang diberikan.

Saat ini, BI menginisiasi pembentukan data hub guna menampung informasi terkait transaksi pembayaran. “Semakin banyak yang di-share atau dikolaborasi, itu akan tumbuh,” kata Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono di sela-sela acara Fintech Summit di JCC, Jakarta, kemarin (23/9).

Fintech menggunakan teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) hingga mesin pembelajar (machine learning) untuk mengenal calon peminjam atau nasabahnya. Dengan begitu, fintech bisa melakukan penilaian kredit (credit scoring) sendiri.

“Misalnya, bank sulit memberi kredit ke Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) karena dia tidak kenal, jadi premi risikonya tinggi. Mungkin ada fintech yang mengenal UMKM lewat credit scoring, jadi premi risikonya bisa rendah, bunga pinjamannya juga,” kata dia.

Bank ataupun lembaga keuangan biasanya menerapkan premi risiko yang tinggi jika calon peminjam belum memiliki catatan transaksi pembayaran. Selain itu, perusahaan bakal meninjau kemampuan bayar calon peminjam.

(Baca: Diduga Kartel Terkait Bunga Pinjaman, Begini Jawaban Asosiasi Fintech)

Karena itu, ia mendorong perbankan dan fintech berkolaborasi, salah satunya terkait data transaksi. “Apa yang bisa di-share? Data apa saja. Itu ide dari open application programming interface (API). Misalnya dengan kolaborasi itu, dia (Lembaga keuangan) bisa beri pendanaan yang lebih bagus, itu (menjadi) penting. Itu kontribusinya real,” kata dia.

Erwin mengatakan, data sudah seperti minyak dewasa ini, karena sangat dibutuhkan. Beberapa kajian menyebutkan bahwa penggunaan data oleh perusahaan tertentu saja bisa berbahaya.

Karena itu, banyak regulator mulai mengkaji infrastruktur data. “Itu harus ada supaya data bisa digunakan oleh banyak orang ketimbang dikuasai satu perusahaan. Itu ide. Tapi kapan itu akan terselenggara? Belum sejauh itu. Kapan data itu didukung? Saya rasa itu penting,” katanya.

(Baca: Sri Mulyani, BI, OJK Sepakat Perlunya Aturan Perlindungan Data)

Sepengetahuannya, banyak negara mulai mengkaji regulasi terkait data. Di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah mengajukan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ia menilai, perlindungan data semakin penting di era teknologi ini. “Pengaturannya seperti apa? Selalu consumer concern,” kata Erwin.

Sebelumnya, Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan bahwa kementeriannya sudah meminta Komisi I DPR untuk membuat kesimpulan rapat terkait dukungannya atas pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi. “Tapi, sampai saat ini belum ditulis,” kata dia di kantornya, Jakarta, beberapa waktu lalu (19/9).

(Baca: Bunga Pinjaman Fintech Berpeluang Turun Tahun Ini)

Reporter: Desy Setyowati