Menkominfo Belum Terima Rekomendasi Ombudsman Soal Fintech

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Rudiantara Menteri Komunikasi dan lnformatika (Kebijakan Sektor Komunikasi dalam Era Digital untuk Mempercepat Pembangunan Ekonomi) dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, (8/1).
Editor: Pingit Aria
13/3/2019, 00.00 WIB

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia Rudiantara belum menerima rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia (RI) terkait layanan financial technology (fintech). Bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ombudsman mengusulkan pembuatan Undang-Undang (UU) yang mengatur fintech lending.

Dengan begitu, perlindungan terhadap data pengguna akan lebih terjamin. “Saya belum tahu maksudnya (Ombudsman dan OJK) apa, jadi tidak bisa komentar,” ujar Rudiantara saat ditemui di kantornya, Selasa (12/3).

Namun, Rudiantara menjelaskan, perlindungan data pribadi telah diatur dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen) No 20 Tahun 2016. Selain itu, Indonesia juga telah memiliki UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Meski, belum ada yang secara sppesifik mengatur fintech.

(Baca: Menperin Harap Lulusan Apple Academy Bisa Rebut Pasar Digital)

Lebih lanjut, Rudiantara menjelaskan, sejauh ini pihak Kominfo sudah bersikap proaktif terhadap fintech ilegal. Rudiantara mengatakan, Kominfo melakukan penyisiran setiap harinya dalam memberantas fintech lending ilegalmaupun layanan perbankan, dan keuangan berbasis digital yang ada di aplikasi maupun di situs.

“Misalnya hari ini ketemu ada 300 (fintech ilegal). Ternyata yang terdaftar di OJK ada 100, berarti yang 200 kami tutup, baik situs maupun aplikasinya,” ujar Rudiantara.


Sebelumnya, Ombudsman dan OJK menyebut, perlu ada Undang-Undang (UU) yang mengatur fintech lending. Tanpa peraturan setingkat UU, menurut keduanya, sulit mengatasi sepak terjang fintech pinjaman ilegal.

Sebab, kendati Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi sudah memblokir platformnya, fintech pinjaman ilegal akan membuat yang baru. “Indonesia butuh regulasi setingkat UU terkait penyelewengan atau kejahatan (fraud) online yang ‘berbaju’ fintech,” ujar Anggota Ombudsman Dadan Suparjo Suharmawijaya di kantornya, Jakarta, Jumat (8/3).

(Baca: Investree Tawarkan Kredit Syariah bagi Pemilik Toko Online)

Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi pun menyambut positif usulan tersebut. Sebab, OJK hanya mengatur dan mengawasi fintech pinjaman yang terdaftar. Sementara fintech pinjaman ilegal ditangani oleh Satgas Waspada Investasi dan Kepolisian RI.

“Tentu ada sanksi pidana (kalau UU). Kalau di Peraturan OJK tidak ada, karena lebih rendah levelnya. Sanksi maksimal adalah pencabutan izin,” ujar dia.

Reporter: Cindy Mutia Annur