Perizinan untuk financial technology (fintech) bakal dibuat lebih sederhana dengan menyatukan beberapa pemangku kepentingan. Saat ini, Bank Indonesia (BI) memfasilitasi perizinan untuk financial technology (fintech) pembayaran. Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) fokus pada fintech pinjam-meminjam (lending).
Sementara, satu perusahaan fintech bisa menyediakan layanan keuangan digital yang beragam, mulai dari pembayaran hingga pinjam-meminjam. "Semua skema perizinan akan jadi satu dengan OJK. Tapi kami tidak tahu kapan. Kami pikirkan konsep e-licensing," ujar Asisten Deputi Direktur Eksekutif Departemen Sistem Pembayaran BI Susiati Dewi di Hotel Ayana MidPlaza, Jakarta, Kamis (21/2).
Menurutnya, BI bakal fokus pada pendekatan berbasis prinsip (principle based) dalam mengatur industri keuangan digital ke depan. "Ini cara pandang BI yang baru. Itu kami lakukan di fase 2019 ini," kata dia.
(Baca: Fintech OneConnect Bawa Investasi Rp 140 miliar ke Indonesia)
Sejalan dengan hal itu, pengaturan industri keuangan di BI tidak lagi fokus pada kelembagaan. Akan tetapi, industri keuangan yang masuk aturan BI tetap yang berkaitan dengan sistem pembayaran. “Saat BI menyusun (aturan) itu akan melibatkan OJK," ujarnya.
Dengan demikian, akan ada pembaharuan kebijakan terkait industri keuangan digital. "Apakah akan signifikan atau tidak (perubahan kebijakannya), kami masih evaluasi," kata Susi.
Secara umum, ia menyebutkan bahwa kehadiran fintech dibutuhkan untuk meningkatkan inklusi keuangan. Pada 2014, ia mencatat hanya 36% dari total penduduk dewasa Indonesia yang memiliki akun perbankan. Kini, jumlahnya meningkat menjadi sekitar 43%.
Sementara, target pemerintah adalah 75% penduduk yang dapat menjangkau layanan keuangan. "Sekarang sudah on progress," kata dia.
(Baca: Cegah Bunuh Diri Nasabah Fintech, OJK Atur Bunga hingga Asuransi)