Sebanyak 283 orang melaporkan diri sebagai korban jerat utang perusahaan financial technology (fintech) ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Namun, Asosiasi Financial Technology (Fintech) Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengatakan, penyedia pinjaman online yang dilaporkan bukan anggota mereka.
Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, asosiasinya belum menerima laporan terkait anggotanya yang melanggar kode etik ataupun yang termasuk dalam laporan LBH. "Kami belum terima keluhan terkait anggota kami yang melanggar," ujarnya dalam konferensi pers di Office 88, Jakarta, Selasa (6/11).
Ia juga telah bertemu dengan beberapa korban pinjaman online. Namun, dari hasil pertemuan itu, tidak ada korban yang menyebutkan bahwa pelakunya adalah anggota dari AFPI.
Ia menyayangkan adanya fintech ilegal atau tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang beroperasi di Indonesia. "Kami sangat dirugikan oleh keberadaan mereka, karena masyarakat menjadi khawatir. Kami akan melaporkan mereka (ke penegak hukum)," kata dia.
(Baca juga: Fintech Lending Diklaim Sumbang Rp 26 Triliun ke PDB Indonesia)
Senada dengannya, Ketua Bidang Pendanaan Multiguna AFPI Dino Martin mengatakan, asosiasi sudah menerima daftar nama pinjaman online yang diduga melakukan tindak pidana atau kekerasan kepada nasabahnya. "Itu (yang ada di daftar) bukan anggota kami," kata dia.
Ia menegaskan, instansinya sudah melaporkan hal ini ke Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Selain itu, AFPI akan berkunjung ke LBH Jakarta guna menjelaskan mengenai industri fintech, utamanya terkait perbedaan legal dan ilegal. "Karena yang utama adalah edukasi kepada masyarakat," katanya.
Adapun LBH Jakarta melaporkan ada 283 korban pinjaman online sejak 2016. Secara rinci, 10 orang korban di 2016; 65 orang di 2017; dan, 210 orang di 2018. Untuk itu, LBH Jakarta membuat pos pengaduan korban pinjaman online lewat situs www.bantuanhukum.or.id, yang dibuka sejak 4 November hingga 25 November 2018.
Lewat akun resminya, LBH Jakarta menyampaikan inisial pinjaman online yang dilaporkan oleh korban adalah UC, DR, KP, VL, dan RN. "Kami tunggu aduan sampai 25 November, setelah itu kami diskusi dengan mereka mengenai tindak lanjutnya," kata Kepala Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora.