Asosiasi Financial Technology (Aftech) telah merilis code of conduct bagi industrinya. Kode perilaku fintech itu lima larangan saat menagih utang kepada nasabah.
Pertama, fintech dilarang menagih dengan kata-kata yang tidak sopan. Kedua, menagih secara provokatif, agresif, menghina, intimidiasi, dan sejenisnya terhadap peminjam dan pihak terkait. Ketiga menyebarkan informasi terkait data pribadi peminjam.
Keempat, mengaku sebagai orang lain atau pihak penegak hukum. Terakhir, pengembalian penagihan pinjaman di luar perjanjian awal. "Dari lima larangan ini bisa diturunkan lebih detail secara teknis. Sedang kami diskusikan," ujar Ketua Bidang Pinjaman Cash Loan Aftech Sunu Widyatmoko saat konferensi pers di Fintech Space, Jakarta, Kamis (23/8).
Selain itu, Aftech juga sedang mengkaji kebijakan sertifikasi bagi para debt collector. Hal ini bertujuan, supaya penagih utang memahami kode perilaku yang berlaku dan menagih sesuai ketentuan.
(Baca juga: Beda Aturan Fintech dan Industri Keuangan Konvensional).
Setifikasi debt collector ini diharapkan dapat mencegah terulangnya kasus penagihan RupiahPlus. "Jangan sampai ada pemain yang menyalahkan oknum dan benar-benar bisa dicari tahu siapa yang bertanggung jawab," kata Sunu.
Guna melengkapi kode perilaku ini, Aftech juga membentuk Komite Etika Independen yang beranggotakan Andre Rahadian, Maria Sagrado, dan Abadi Tisnadisastra. Komite ini bertugas sebagai pengawas yang mengawal penerapan kode perilaku. "Kami semua meyakini profesionalisme dan integritas komite ini," katanya.
Abadi pun menegaskan, bahwa komite akan mengkaji secara menyeluruh atas tuduhan pelanggaran dari anggota Aftech. "Kami kaji apakah pelanggarannya ringan atau berat, sehingga sanksi yang diberikan reasonable," ujar dia. Adapun sanksinya mulai dari peringatan hingga dikeluarkan dari keanggotaan Aftech.
Direktur Kebijakan Publik Aftech Ajisatria Sulaeman menambahkan, instansinya tengah mengkaji kemungkinan anggota yang dikeluarkan bisa mengajukan banding ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan begitu, OJK juga turut mengkajian pelanggaran tersebut. "Mekanisme keanggotaan Aftech, kami tidak mau berbeda jauh dari asosiasi lainnya," ujarnya.
Saat ini, sekitar 48 anggota Aftech sudah menandatangani kode perilaku layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) tersebut. Wakil Ketua Umum Jasa Keuangan Aftech Adrian Gunadi menargetkan, 64 perusahaan fintech yang terdaftar di OJK menandatangani kode perilaku tersebut bulan ini.
(Baca: Disebut Rentenir, Berapa Bunga Kredit Fintech?)
Kode perilaku ini memuat tiga pilar yang menjadi prinsip dasar bagi fintech. Pertama, yaitu transparansi produk dan metode penawaran. Penyelenggara wajib mencantumkan seluruh biaya yang timbul dari utang, termasuk biaya yang timbul di muka, bunga, biaya keterlambatan, dan lainnya.
Kedua, pencegahan pinjaman berlebih. Penawaran utang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan ekonomi konsumen dan bukan untuk menjerumuskan ke jeratan utang. Penyelenggara dilarang memberikan utang secara langsung kepada peminjam tanpa persetujuan terlebih dahulu.
Ketiga, prinsip iktikad baik terkait praktik penawaran. Maka pemberian dan penagihan utang yang manusiawi tanpa kekerasan baik fisik maupun non-fisik, termasuk cyber bullying. Penyelenggara juga dilarang menggunakan pihak ketiga pelaksana penagihan yang memiliki reputasi buruk berdasarkan informasi dari otoritas maupun asosiasi.