Tiga Jenis Keahlian Ini Dibutuhkan Fintech

Arief Kamaludin (Katadata)
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
6/8/2018, 15.38 WIB

Perkembangan bisnis financial technology (fintech) harus ditunjang oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Ajisatria Suleiman menyebutkan, ada tiga jenis kemampuan yang dibutuhkan oleh industri ini.

Pertama, keahlian mengolah data secara ilmiah (data science). Sebab, masyarakat selalu mengidamkan layanan yang sesuai dengan karakteristiknya. Apabila perusahaan mampu mengakomodir kebutuhan ini, peluang konsumen untuk menggunakan layanan semakin besar.

"Data banyak, tetapi harus dioptimalkan secara ilmiah untuk pengembangan produk baru," kata dia saat konferensi pers di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (6/8).

Kedua, keahlian teknis terkait User Interface dan User Experience (UI/UX). Kemudahan menggunakan aplikasi dan mendapatkan layanan fintech akan memengaruhi kepuasan konsumen fintech. Contohnya, menurut Ajisatria, konsumen lebih menyukai penerapan pin dan password di akhir transaksi ketimbang di awal.

(Baca juga: Transaksi Pinjam-Meminjam Fintech Capai Rp 2,2 Triliun pada 2017)

Ketiga, manajemen risiko. Ia mengakui, tenaga kerja Indonesia yang ahli dalam hal ini cukup banyak. Hal itu lantaran perbankan dan industri keuangan lainnya sudah cukup intensif melatih SDM-nya untuk menerapkan manajemen risiko. Hanya, perlu ada pemahaman khusus terkait manajemen risiko di industri fintech.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan, perkembangan teknologi tidak akan menimbulkan pengangguran sepanjang didukung dengan perbaikan kurikulum pendidikan di Tanah Air. "Pendidikan vokasi harus yang mengarah ke digital ekonomi, praktik 70% dan teori 30%," kata dia.

The IMD World Digital Competitiveness Ranking 2018 yang dipublikasikan pada 19 Juni 2018 lalu, mencatatkan Indonesia pada posisi 62 dari 63 negara yang diteliti. Peringkat daya saing digital Indonesia kalah dibanding Singapura di peringkat dua dan Malaysia di posisi 24. Bahkan, Thailand berada di peringkat 41 dan Filipina di posisi 46.

Salah satu langkah untuk menciptakan lebih banyak SDM di bidang teknologi ini adalah program edukasi hasil kolaborasi korporasi dengan perguruan tinggi, seperti PT Bank HSBC Indonesia dengan Putera Sampoerna Foundation (PSF) melalui training for trainers (TOT). Kali ini, ada tiga modul yang disampaikan kepada 60 dosen yakni terkait fintech, wealth management, dan micro finance.

(Baca juga: Fintech CekAja Kantongi Investasi Rp 404,4 Miliar dari Experian)

"Kami antisipasi perkembangan ke depan dengan membuat kurikulum baru yang jadi kebutuhan pasar," ujar Project Manager Program Kerja Sama HSBC-PSF Wahyoe Soedarmono.

Menurutnya, pelatihan ini adalah strategi perbankan agar masyarakat mengembangkan usahanya. Yang mana, masyarakat kini bakal menjadi nasabah di masa yang akan datang. "Kami harap masyarakat mendiversifikasi pendapatannya, sehingga membuka ruang sistem finansial. Hal itu akan berpengaruh terhadap Net Interest Margin (NIM) yang lebih tahan terhadap risiko kredit ataupun income volatility (ke depan)," ujarnya.

Reporter: Desy Setyowati