Hampir semua sektor bisnis terdampak pandemi corona. Untuk memitigasi kredit macet, 111 startup teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) menggunakan platform anti-peminjam nakal atau Fintech Data Center (FDC).
FDC atau pusat data fintech lending diluncurkan sejak akhir tahun lalu. Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan, FDC membantu perusahaan untuk melihat rekam jejak dan menilai reputasi calon peminjam (borrower).
Data-data tersebut akan bermanfaat bagi pemberi pinjaman (lender), perusahaan, dan industri. Sebab, dapat meningkatkan pengelolaan kualitas portofolio khususnya, dalam menurunkan pinjaman bermasalah.
“FDC diharapkan dapat meningkatkan manajemen risiko di industri, apalagi di masa pandemi Covid-19,” kata Kuseryansyah dalam siaran persnya, Senin (27/4). Sebab, pusat data ini dapat mendeteksi dan mencegah calon nasabah melakukan peminjaman berlebih di banyak platform fintech lending dalam waktu bersamaan.
(Baca: OJK Tak Ikut Campur, Fintech Lending Tetap Beri Keringanan Kredit)
FDC dikelola secara independen oleh AFPI, khusus untuk kepentingan para penyelenggara fintech lending yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan semakin banyak anggota yang bergabung, Kuseryansyah optimistis data FDC semakin lengkap.
Ketua Bidang Technical Support AFPI, Ronald Andi Kasim menambahkan, FDC dapat membantu penyelenggara fintech lending memberikan berbagai indikator statistik pada level agregat, utamanya saat pandemi virus corona. Ia mencatat, total pengecekan data FDC lebih dari 15 juta kali sejak awal tahun ini.
Rata-rata ada sekitar 140 ribu pengecekan data setiap harinya. Yang menarik, jumlah pengecekan data FDC turun 20% dibanding sebelum ada pandemi corona.
Padahal, para penyelenggara fintech lending dapat melakukan tindakan preventif melalui pengecekan FDC. Sebab, mereka bisa mengetahui sejarah pinjaman calon borrower dan berapa banyak kredit yang masih berjalan.
(Baca: Peminjam di 68 Fintech Lending Minta Keringanan Kredit Imbas Corona)
Direktur Perizinan, Pengaturan, dan Pengawasan Fintech OJK, DR. Hendrikus Passagi mengatakan, industri butuh model analisis risiko kredit yang inovatif di tengah pandemi corona. "FDC akan menjadi salah satu perangkat penting bagi para penyelenggara fintech lending untuk meminimalkan praktik predatory lending,” katanya.
Hingga akhir Februari, OJK mencatat penyaluran pinjaman oleh fintech lending mencapai Rp 95,39 triliun atau naik 225,58% secara tahunan (year on year/yoy). Setidaknya ada 161 perusahaan yang terdaftar di OJK, dengan 25 di antaranya status berizin.
Jumlah pemberi pinjaman naik 156,83% yoy menjadi 630.003 entitas. Sedangkan jumlah borrower meningkat 17% yoy menjadi 22,3 juta entitas.
Berdasarkan survei AFPI pada 5-6 April, mayoritas anggota menyatakan Tingkat Keberhasilan Bayar 90 hari (TKB90) tercatat stabil. Per Februari, OJK mencatat TKB90 mencapai 96,08% atau kredit macetnya (Non Performing Loan/NPL) 3,92%.
(Baca: Modalku, Investree dan Akseleran Kaji Keringanan Kredit Akibat Pandemi)