Kredit macet di platform teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) meningkat selama pandemi corona. Tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) di atas 90 hari mencapai 6,1% per Juni.
Tingkat tersebut melonjak dibandingkan April 4,93% dan Mei 5,1%. "Angka itu wajar karena kondisi aktual di masyarakat,” kata Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede kepada Katadata.co.id, Rabu (19/8).
Kendati begitu, ia mengklaim bahwa pemberi pinjaman (lender) masih percaya untuk berinvestasi di platform fintech lending. Hal ini karena perusahaan penyedia platform berupaya meyakinkan lender untuk menyalurkan kredit meski ada pandemi Covid-19.
Selain itu, beberapa fintech lending mendapatkan pendanaan di tengah pandemi virus corona. "Itu merangsang kepercayaan para lender," kata Tumbur.
Investree misalnya, mendapatkan pendanaan seri C US$ 23,5 juta atau sekitar Rp 379,3 miliar. Investasi ini dipimpin oleh investor asal Jepang MUFG Innovation Partners (MUIP) dan BRI Ventures.
Investor terdahulu (existing investor) yakni 9F Fintech Holdings Group China dan SBI Holdings Jepang juga berpartisipasi dalam putaran investasi seri C tersebut.
Lalu, Modalku juga mendapatkan komitmen pendanaan seri C US$ 40 juta atau sekitar Rp 625 miliar. Sebagian dana segar ini dipakai untuk merestrukturisasi kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terkena dampak pagebluk.
TWP di platform Modalku memang meningkat menjadi 1%. Meski masih kecil, namun rasio kredit macet itu melonjak jika dibandingkan akhir 2019 yang hanya 0,5%.
Untuk memitigasi risiko kredit macet, Modalku mengindentifikasi industri mana saja yang performanya baik dan masih bisa berkembang. Beberapa di antaranya yakni kesehatan dan penjual online.
"Pergerakan tingkat kredit macet tentunya dipengaruhi oleh cepatnya perputaran kredit. Selain itu, setiap sektor industri memiliki siklus usaha yang berbeda," kata Co-Founder sekaligus CEO Modalku Reynold Wijaya kepada Katadata.co.id.
KoinWorks juga berupaya menjaga rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) di kisaran 1%. "Kami mengeck secara berkala guna memastikan bisnis yang akan didanai layak untuk mendapatkan pinjaman. Maka, kemungkinan gagal bayar dari peminjam dapat dihindari," ujar Co-founder sekaligus CEO KoinWorks Benedicto Haryono kepada Katadata.co.id.
Hal serupa juga dilakukan oleh Akseleran. "Kami melakukan shifting portofolio ke pinjaman yang lebih kecil risikonya yaitu invoice financing," kata Co-Founder sekaligus CEO Akseleran Ivan Tambunan kepada Katadata.co.id.
Perusahaan juga memperketat asesmen pinjaman usaha kepada peminjam (borrower) termasuk rasio keuangan. Kemudian, perusahaan mengawasi dan mendorong efisiensi penagihan.