Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, premi industri asuransi turun 6,45% secara tahunan (year on year/yoy) per Agustus. Namun, startup asuransi atau insurtech seperti Qoala dan PasarPolis masih mencatatkan peningkatan pada beberapa produk di tengah pandemi corona.
Qoala misalnya, memproses dua juta lebih polis per bulan saat ini. Jumlahnya melonjak dibandingkan tahun lalu yang hanya 7.000 polis setiap bulannya.
“Perkembangan bisnis kami sangat baik di tengah pandemi. Akan tetapi, kami ingin mencapai target yang lebih tinggi di akhir tahun dan 2021,” kata VP of Marketing Qoala Cliff Sutantijo kepada Katadata.co.id, Rabu (21/10).
Qoala pun meluncurkan asuransi sepeda pada bulan ini. Produk ini merupakan hasil kerja sama dengan pialang asuransi Mitra Jasa Pratama dan perusahaan asuransi Takaful Umum.
Perusahaan menawarkan perlindungan yang meliputi kerusakan total hingga sebagian. Selain itu, tersedia perlindungan untuk kecelakaan diri, tuntutan hukum pihak ketiga, hingga akibat bencana alam dan huru-hara.
Asuransi itu juga menanggung biaya evakuasi dan ambulans apabila terjadi kecelakaan di jalan. “Kami menilai tren sepeda berlanjut. Atas dasar itu, kami berharap target premi Rp 6 miliar atau lebih bisa tercapai tahun depan,” ujar Cliff.
Permintaan sepeda memang meningkat saat pandemi virus corona. Data Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia, order rerata mencapai 700 ribu sebulan pada tahun ini.
Pada 2014 hingga 2019, permintaan berkisar 5,5 juta hingga tujuh juta unit per tahun. Di masa pandemi ini, order sepeda diprediksi melonjak hingga delapan juta unit.
Selain sepeda, Qoala mencatatkan peningkatan permintaan asuransi pengiriman barang. “Popularitas asuransi kesehatan dan logistik untuk e-commerce meningkat saat pandemi,” ujar Head of Partnerships Qoala Cindy Tan, September lalu (25/9).
Begitu juga dengan PasarPolis, yang mencatatkan permintaan asuransi jasa pengiriman seperti GoSend dan GoBox meningkat 12 kali lipat selama pandemi Covid-19. Selain itu, asuransi untuk mitra pengemudi Gojek dibeli oleh lebih dari 200 ribu.
“Kami mencatat, lebih dari 90% yang beli di platform itu konsumen baru. Produk yang dibeli seperti perlindungan pengiriman barang di e-commerce,” ujar pendiri sekaligus CEO PasarPolis Cleosent Randing dalam acara dialog bertajuk ‘Industri Teknologi untuk Meningkatkan Inklusi Keuangan di Tengah Pandemi’, kemarin (20/10).
Peningkatan itu karena penggunaan layanan e-commerce melonjak, yang tecermin pada Databoks di bawah ini:
McKinsey sempat memperkirakan terdapat 1,6 miliar paket atas transaksi di e-commerce yang dikirim per tahun, pada 2022. Jumlahnya berpotensi lebih besar karena adanya pandemi.
Berdasarkan laporan AppsFlyer bertajuk ‘The State of Shopping App Marketing 2020 Edition’, konsumen Indonesia menghabiskan waktu di platform e-commerce meningkat 70% selama Februari-Juni.
Selain itu, Facebook dan Bain & Company memperkirakan bahwa nilai transaksi belanja online di Indonesia hampir US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.047,6 triliun pada 2025. Angka ini melonjak dibandingkan proyeksi awal US$ 48 miliar.
PasarPolis memang berfokus menghadirkan solusi asuransi sesuai kebutuhan (tailor-made) mitra. Dengan Tokopedia dan e-commerce lain misalnya, startup ini menyediakan asuransi perlindungan barang.
“Inovasi apa yang cocok di Indonesia, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan asuransi mitra pengemudi. Ini tidak ada di Singapura, misalnya. Ini unik,” kata Cleosent. Selain itu, perusahaan berfokus menyediakan produk asuransi yang terjangkau.
Oleh karena itu, perusahaan berencana meluncurkan produk baru. “Ada banyak kekhawatiran saat ini yang perlu kami jawab,” kata dia.
Salah satunya terkait perjalanan dan wisata. Sebagaimana diketahui, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi calon penumpang pesawat, termasuk surat keterangan bebas Covid-19. Dengan pengetatan ini, rencana perjalanan berisiko batal sehingga asuransi menjadi kebutuhan.
Di tengah peningkatan permintaan tersebut, kedua startup itu pun memperoleh pendanaan meski ada pandemi. Qoala mengumumkan perolehan pendanaan seri A US$ 13,5 juta atau sekitar Rp 209 miliar pada April lalu. Investasi ini dipimpin oleh Centauri Fund, perusahaan joint venture dari Kookmin Bank asal Korea Selatan dan Telkom Indonesia.
Sedangkan PasarPolis mengumumkan penutupan pendanaan seri B. Investasi ini didapat dari LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, dan Xiaomi.
Dalam laporan Bain and Company bertajuk ‘Making the Most of Asia Pacifics Insurance Boom’, pendanaan mengalir kedua jenis startup untuk bidang asuransi, yakni agregator maupun insurtech. Ini terlihat pada bagan berikut:
CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro menilai, bisnis insurtech memang prospektif. “Yang distribusi sudah cukup banyak. Sekarang mulai banyak yang menangani produk dan proses,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, Rabu (21/10).
Ia menyampaikan, startup asuransi dapat berinovasi pada sejumlah aspek seperti produk, proses, dan distribusinya.
McKinsey dalam laporannya bertajuk ‘The future of life Insurance’ pun memperkirakan, perusahaan asuransi unggul jika menguasai tiga bidang dalam satu dekade ke depan. Ketiganya yakni personalisasi pengalaman konsumen, produk yang fleksibel, dan meningkatkan kemampuan karyawan.
Di Asia dan Eropa misalnya, perusahaan asuransi jiwa telah menawarkan dukungan administratif untuk kunjungan medis, manajemen kesehatan, dan telemedicine. “Kedepannya, perusahaan-perusahaan ini dapat bermitra dengan perusahaan berbagi tumpangan (ride-hailing) dan hotel untuk menyediakan transportasi ke dokter atau akomodasi untuk keluarga saat dibutuhkan,” demikian dikutip dari laporan tersebut.
Inovasi tersebut dinilai menjadi peluang bagi perusahaan untuk meningkatkan transaksi di tengah pagebluk Covid-19. OJK mencatat, premi industri asuransi turun 6,45% yoy menjadi Rp 176,32 triliun per Agustus.
Rinciannya, premi asuransi jiwa turun dari Rp 120,8 menjadi Rp 109,6 triliun pada Agustus tahun ini. Sedangkan asuransi umum melorot dari Rp 51,7 triliun menjadi Rp 49,3 triliun.
Meski begitu, premi asuransi kesehatan naik 13,2% yoy per Agustus. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi menilai, peningkatan ini karena masyarakat mulai khawatir terhadap risiko kematian akibat Covid-19.
Hal itu bisa menjadi pertimbangan perusahaan dalam menyasar konsumen. Apalagi, tingkat kesenjangan antara perlindungan kematian dan tabungan pensiun di Indonesia mencapai US$ 1 triliun, berdasarkan data Bain and company.
Selain kesehatan, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menilai bahwa startup asuransi dapat memberikan perlindungan kepada para penjual di e-commerce. Apalagi pemerintah mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk merambah layanan digital.
“Jangan sampai UMKM go-digital hanya berjualan di e-commerce. Seharusnya mampu membawa seluruh aspek ke pembiayaan polis asuransi dan lainnya,” kata Nailul dalam acara dialog bertajuk ‘Industri Teknologi untuk Meningkatkan Inklusi Keuangan di Tengah Pandemi’, kemarin (20/10).
Per Juli lalu, pemerintah mencatat ada sekitar 9,4 juta dari 60 juta lebih UMKM di Indonesia yang merambah layanan digital. Sedangkan jumlah pelaku usaha secara keseluruhan dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Secara keseluruhan, potensi pasar asuransi di Indonesia masih besar, mengingat penetrasinya baru 2,92% per Agustus. Berdasarkan catatan OJK, penetrasi asuransi jiwa 1,1%, umum 0,44%, sosial 1,31%, dan wajib 0,07%.
Sedangkan penetrasi ponsel pintar (smartphone) di Indonesia diprediksi 70,1% dari total penduduk Indonesia tahun ini, menurut data Statista. Ini menjadi peluang bagi insurtech.