OJK Godok Aturan soal Modal Inti dan Kredit Produktif Fintech Lending

Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
(ki-ka) Sri Mulyani Menteri Keuangan Indonesia, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani, Perry Warjiyo Gubernur Bank Indonesia dan moderator dalam acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta Convention Center,  Jakarta (23/9).
24/11/2020, 13.33 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan regulasi baru terkait perusahaan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending). Aturan ini akan mengatur modal inti, perizinan, dan komposisi minimal untuk pinjaman produktif.

Beleid tentang layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi itu akan menyempurnakan aturan saat ini, yaitu peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 016. "Kami sudah minta pendapat publik. Itu sebagai bagian dari proses pembuatan aturan," kata juru bicara OJK Sekar Putih Djarot kepada Katadata.co.id, Senin (24/11).

Dalam rancangan POJK Nomor 77 itu, ada beberapa perubahan ketentuan. Salah satunya, meningkatkan jumlah ketentuan modal inti yang harus disetor fintech lending ketika mengajukan perizinan.

Sebelumnya, fintech lending hanya perlu menyetor modal inti Rp 2,5 miliar untuk proses perizinan. Dalam rancangan aturan baru, minimalnya Rp 15 miliar.

Selain itu, OJK akan mendorong fintech lending menyalurkan pinjaman ke sektor produktif minimal 40% secara bertahap dalam tiga tahun. Pada tahun pertama 15%, kedua 30%, dan ketiga sudah harus 40%.

Dalam aturan POJK Nomor 77 yang ada saat ini, fintech lending diwajibkan menyalurkan pinjaman minimal 20% ke sektor produktif. OJK ingin porsinya ditambah, karena penyalurannya dinilai minim selama ini.

Pada Juni lalu, penyaluran pinjaman ke sektor produktif oleh penyelenggara fintech lending yakni 34% dari total. Mayoritas penyaluran kreditnya menyasar sektor konsumtif, yaitu 66% dari total Rp 113,46 triliun per Juni.

Analis Senior Direktorat Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tomi Joko Irianto berharap, fintech lending lebih banyak menyasar sektor produktif, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terpukul pandemi corona. "Harapannya sampai 60% dari total," kata Tomi saat konferensi pers virtual, September lalu (29/9).

Selain itu, OJK akan menerapkan aturan agar porsi pendanaan di luar Pulau Jawa meningkat yakni menjadi 25% dalam tiga tahun secara bertahap. Pada tahun pertama 15%, kedua 20%, dan ketiga 25%.

Regulator juga menambah jumlah direksi dan komisaris di fintech lending. Pada aturan lama, minimal hanya satu orang baik posisi direksi maupun komisaris.

Dalam aturan baru, minimal harus memiliki masing-masing tiga orang direksi dan komisaris. Sedangkan untuk platform fintech lending syariah, harus mempunyai paling sedikit satu dewan pengawas syariah. 

Selain regulasi baru tentang fintech lending, OJK akan memasukan startup di sektor ini sebagai objek dalam regulasi baru POJK 14 Tahun 2020. Ini untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 pada lembaga keuangan melalui restrukrisasi. Sebelumnya, hanya mengatur untuk industri multifinance. 

Juru Bicara Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Andi Taufan Garuda Putra mengatakan, aturan baru dari OJK baik terkait layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi maupun terkait restrukturisasi diharapkan bisa mendorong inovasi penyelenggara.

"Ini karena fintech tidak hanya mendorong Inklusi keuangan, tetapi yang lebih utama, pertumbuhan ekonomi inklusif," kata Taufan kepada Katadata.co.id, Selasa (24/11).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan