Perusahaan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) Modalku berekspansi ke Thailand di tengah pandemi corona. Investree juga berencana masuk ke Negeri Gajah Putih tahun ini, sementara Kredit Pintar mengincar Filipina.
Induk usaha Modalku, Funding Societies resmi masuk ke pasar Thailand. Perusahaan juga sudah mendapatkan lisensi pinjaman crowdfunding dari Securities and Exchange Commission (SEC) pada pekan lalu (2/2).
Funding Societies juga sudah hadir di Singapura dan Malaysia. "Kini jangkauan Grup Modalku di Asia Tenggara semakin luas," kata Co-Founder sekaligus CEO Modalku Reynold Wijaya dalam siaran pers, Selasa (9/2).
Ia mengatakan, perusahaan menyasar Thailand karena potensinya besar. Funding Societies mencatat, separuh lebih dari tiga juta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Thailand kesulitan memperoleh pinjaman usaha, khususnya modal jangka pendek.
Sedangkan institusi keuangan konvensional berfokus pada pinjaman jangka panjang atau dengan agunan. International Finance Corporation (IFC) menyampaikan, situasi ini
menyebabkan adanya kesenjangan dana usaha lebih dari US$ 40 miliar bagi UMKM di Thailand.
Padahal, UMKM berkontribusi terhadap 40% terhadap produk domestik bruto (PDB) Thailand. Selain itu, pandemi Covid-19 membatasi akses UMKM di Negeri Seribu Pagoda itu terhadap layanan pendanaan.
Country Head Funding Societies Thailand Varun Bhandari menambahkan, Funding Societies akan menyediakan berbagai opsi pinjaman tanpa agunan. UMKM bisa memanfaatkan solusi ini untuk ekspansi bisnis, modal usaha, atau membiayai proyek.
Di Thailand, grup Modalku pun menjalin kerja sama regional dengan Lazada, Zilingo, dan Bank CIMB.
Secara keseluruhan, grup Modalku menyalurkan pinjaman usaha sekitar Rp 21,8 triliun. Sedangkan transaksi lebih dari 3,7 juta.
Selain Modalku, Investree berencana masuk ke pasar Thailand. Perusahaan menargetkan bisa menyelesaikan proses perizinan di negara itu pada tahun ini.
Saat ini, Investree beroperasi di Indonesia dan Filipina. Investree mendapatkan izin operasional di Filipina sebagai penyelenggara crowdfunding dengan nama Investree Philipines.
Investree telah menyalurkan pinjaman total Rp 2,48 triliun selama tahun lalu. Nilainya meningkat 30% secara tahunan (year on year/yoy).
"Pada 2021 ini, kami menyiapkan dan siap menjalankan strategi komprehensif untuk menghadapi pandemi yang berkepanjangan," kata Co-Founder sekaligus CEO Investree Adrian Gunadi dalam siaran pers, pekan lalu (5/2).
Fintech lending lainnya, Kredit Pintar juga berencana ekspansi ke negara lain di Asia Tenggara. Dikutip dari laman marketplace loan Mintos, Kredit Pintar sudah hadir di Filipina sejak 2018.
Perusahaan seinduk alias sister company, Neuroncredit Financing Company Inc hadir juga di Filipina pada April 2019. Alhasil, namanya berubah dari Kredit Pintar PH menjadi Atome PH.
“Kredit Pintar berencana ekspansi ke Vietnam dan India,” demikian dikutip dari blog Mintos, pada awal 2019 lalu (18/4/2019).
Pada akhir 2019, VP President Kredit Pintar Boan Sianipar pun membenarkan hal itu. "Kami mencari negara yang kondisinya mirip dengan Indonesia. Di mana fintech lain sudah masuk wilayah itu, dan secara regulasi jelas," ujar dia saat ditemui di Jakarta, 2019 lalu (20/12/2019).
Ekspansi para startup fintech lending itu dilakukan di tengah rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan regulasi anyar. Yang terbaru, regulator mengeluarkan surat edaran Nomor 6/SEOJK/2021 tentang pedoman penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme bagi penyelenggaran fintech lending.
Melalui beleid itu, OJK memerintahkan fintech lending melakukan upaya pencegahan praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme. OJK ingin agar platform tidak menjadi sarana bertransaksi bagi pelaku pencucian uang dan terorisme.
OJK juga menyiapkan regulasi baru, penyempurnaan dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016. Otoritas ingin fintech lending menyalurkan pinjaman ke sektor produktif minimal 40% secara bertahap dalam tiga tahun.
Dalam aturan yang berlaku saat ini, fintech lending hanya diwajibkan menyalurkan pinjaman ke sektor produktif minimal 20%.
OJK juga bakal menerapkan aturan agar porsi pendanaan di luar Jawa meningkat yakni menjadi 25% dalam tiga tahun secara bertahap. Pada tahun pertama 15%, kedua 20%, dan ketiga 25%.