Pemerintah berencana menguji coba penerapan identitas digital pada bulan ini. Implementasi Kartu Tanda Penduduk atau KTP digital secara menyeluruh ditarget terlaksana pada semester II atau Juli – Desember.
Melalui teknologi tersebut, masyarakat tidak lagi bergantung pada fisik untuk verifikasi identitas.
Saat ini, KTP elektronik yang digunakan oleh masyarakat masih bersifat fisik, meskipun pencatatan datanya digital. Saat verifikasi identitas untuk berbagai layanan digital seperti akses keuangan atau bantuan pemerintah pun mengandalkan KTP fisik.
“Kami menyiapkan sistem baru. KTP ada yang digital,” kata Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Akhmad Sudirman dalam acara Festival Keuangan Digital Indonesia, Kamis (8/4).
Kementerian akan menguji coba identitas digital pada 20 April. Penerapan secara luas diharapkan terlaksana pada semester II.
Nantinya, verifikasi cukup dengan membawa ponsel. “Tidak perlu KTP fisik,” kata Akhmad.
Ia mengatakan, identitas digital juga rencananya dikembangkan untuk keperluan selain verifikasi. Akan tetapi, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, salah satunya penyalahgunaan data pribadi.
Akhmad mengatakan, identitas masyarakat seperti KTP banyak beredar di dunia maya sehingga dapat disalahgunakan. “Ada pemulung data. Nomor KTP dan ponsel banyak sekali beredar. Betapa mudahnya data dimainkan oleh orang," ujar Akhmad.
Tantangan lainnya yakni masih banyak lembaga pengguna data yang tidak tertib. Ditjen Dukcapil bahkan menon-aktifkan banyak akses lembaga tersebut.
Saat ini, ada 3.466 lembaga yang menggunakan data dari Kemendagri. Mereka menggunakan data KTP 5,56 miliar kali.
Sedangkan jumlah lembaga yang mendaftar untuk mendapatkan akses data kependudukan meningkat 280 kali lipat tahun lalu.
Perwakilan Task Force Perlindungan Data Pribadi di Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Marshall Pribadi mengatakan, identitas digital rentan terhadap serangan keamanan. Untuk itu butuh satu lagi sumber di luar pemerintah yang bertugas mengelola identitas.
"Bisa BUMN atau swasta, yang mengelola identitas digital. Ini agar ketika satu sumber diserang, ada cadangan atau back-up," ujar CEO PrivyID tersebut.
Koordinator Tata Kelola Sertifikasi Elektronik, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Martha Simbolon menambahkan, 83% kejahatan siber bersumber dari pencurian identitas pada 2018. "Identitas digital yang aman merupakan keharusan. Ini harus diprioritaskan," katanya.