Sebanyak 42 penyelenggara teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) mengembalikan tanda daftar ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak awal tahun. Setidaknya ada empat alasannya.
Berdasarkan data OJK, ada 149 fintech lending yang terdaftar per 10 Januari. Jumlahnya hanya 107 per awal bulan ini (8/9). Ini artinya, berkurang 42 platform.
Bulan ini saja, otoritas menerima pembatalan tanda bukti terdaftar dari tujuh penyelenggara fintech lending. Mereka di antaranya Serba Digital Teknologi, Solusi Bijak Indonesia, Prima Fintech Indonesia, Oke Ptop Indonesia, dan BBX Digital Teknologi.
Setidaknya ada empat alasan penyelenggara fintech lending mengembalikan tanda daftar ke OJK di antaranya:
1. Bisnis kurang berkembang
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan mengatakan, model bisnis 42 fintech lending itu tak mampu mendapatkan minat atau antusiasme dari pengguna, baik pemberi pinjaman (lender) maupun peminjam (borrower).
"Alhasil, pendapatan mereka kecil dan tak mampu menopang biaya," kata Bambang kepada Katadata.co.id, Selasa (21/9).
2. Sistem elektronik kurang andal
Kondisi itu membuat penyelenggara fintech lending tidak mampu memproses perjanjian atau underwriting secara baik. Sistem yang digunakan juga tak dapat menghasilkan penilaian kredit secara akurat.
Padahal, Bambang menilai bahwa kekuatan fintech lending terletak pada pemanfaatan teknologi informasi, khususnya kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) dan mahadata (big data).
3. Permodalan
Puluhan penyelenggara fintech lending dinilai tidak lagi mampu beroperasi karena kehabisan modal. "Banyak penyelenggara bermodal kecil," kata Bambang.
Sedangkan rata-rata dalam tiga tahun beroperasi, mayoritas dari penyelenggara fintech lending itu belum mampu menghasilkan laba. Alhasil, modalnya terus tergerus.
4. Tidak mampu memenuhi persyaratan perizinan
Persyaratan perizinan untuk fintech lending diatur dalam ketentuan yang berlaku. OJK menambah sejumlah persyaratan, seperti uji kelayakan (fit and proper test) bagi pengurus, peningkatan modal disetor hingga ekuitas minimum.
Penambahan persyaratan itu bertujuan meningkatkan kualitas bisnis dan layanan fintech lending. Oleh karena itu, otoritas akan mengatur penyertaan modal inti, yang masuk dalam rancangan Peraturan OJK (POJK) Nomor 77.
Dalam beleid itu, OJK meminta penyelenggara fintech lending meningkatkan jumlah ketentuan modal inti yang harus disetor dari minimal Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar. Ini harus dipenuhi ketika mengajukan perizinan.
"Bila modal kecil, khawatir akan menjadi pemain kecil. Maka, tidak mampu bersaing dengan pelaku usaha yang sudah ada dan lebih besar," kata juru bicara OJK Sekar Putih Djarot kepada Katadata.co.id.
Secara keseluruhan penyaluran pinjaman bulanan fintech lending Rp 15,66 triliun pada Juli. Nilainya naik 6% dibandingkan pada bulan sebelumnya (month to month/mtm) yang sebesar Rp 14,79 triliun.
Nilainya meningkat 346% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).