Efek Larangan Cina ke Harga Bitcoin Diramal Tak Separah 2013 dan 2017

PXHERE.com
Ilustrasi bitcoin
Penulis: Desy Setyowati
29/9/2021, 11.52 WIB

Harga bitcoin dan mata uang kripto (cryptocurrency) lainnya anjlok setelah Cina melarang transaksi pada akhir pekan lalu (24/9). Namun, analis memperkirakan dampak dari regulasi itu berbeda dibandingkan 2013 dan 2017.

Pada 2013, Cina melarang bank membuka jasa transaksi bitcoin. Beijing menganggap bitcoin sebagai barang virtual dan bukan alat pembayaran yang sah.

“Saat itu, harga bitcoin dan aset kripto lain lumayan anjlok,” kata Country Manager Luno Indonesia Jay Jayawijayaningtiyas saat konferensi pers virtual bertajuk ‘Deep Dive Perilaku Investasi Aset Kripto Global’, Rabu (29/9).

Kemudian pada 2017, Cina melarang masyarakat bertransaksi menggunakan uang kripto. Meski begitu, masyarakat Negeri Tirai Bambu menyiasati larangan ini dengan menggunakan perdagangan peer to peer.

Pada Desember 2017, harga bitcoin menyentuh rekor US$ 19.829 per koin. Setahun setelah itu, harganya terus melorot hingga di bawah US$ 4.000.

Meski begitu, Jay menilai bahwa dampak dari kebijakan Cina terhadap harga bitcoin dan uang kripto lainnya akan lebih kecil dibandingkan 2013. Sebab, pada 2013 – 2014, investor aset kripto didominasi ritel atau individu.

“Saat itu, harganya fluktuatif sekali. Kalau sekarang, saya rasa tidak akan begitu, karena ada permintaan dari investor institusi. Jadi ada dampak (dari kebijakan), tetapi tidak jangka panjang,” kata dia.

Hal senada disampaikan oleh CEO Indodax Oscar Darmawan. "Meski harga sejumlah aset kripto sempat turun, tapi ini dampak jangka pendek, karena aksi market jual," kata dia dalam siaran pers, Senin (27/9).

Ia mengatakan, mata uang kripto akan terus bergerak karena masih banyak negara yang mendukung pertumbuhannya seperti El Salvador, Honduras, dan Guatemala. Selain itu, ada dukungan lembaga keuangan seperti JP Morgan dan Bank of America.

Sentimen positif lainnya yakni dari perusahaan keuangan, Paypal, yang sudah berekspansi ke kripto. Yang terbaru, platform media sosial Twitter menerima layanan pembayaran dengan bitcoin melalui fitur 'Tip'.

Ahli strategi komoditas senior dari Bloomberg Intelligence Mike McGlone bahkan memprediksi harga bitcoin akan mencapai US$ 100 ribu atau Rp 1,4 miliar pada akhir 2021. "Masih ada kemungkinan besar harga bitcoin melonjak," katanya dikutip dari Forbes, Minggu (26/9).

Meski begitu, beberapa analis mewaspadai dampak tekanan dari aturan larangan Cina terhadap perdagangan. "Aturan itu dalam sekejap akan efektif menekan perdagangan, karena satu dari tujuh populasi dunia sekarang secara resmi dibekukan dari pasar aset kripto,” kata analis di eToro Simon Peters dikutip dari Coindesk pada Sabtu (25/9).

Beberapa analis juga memperkirakan, fenomena pada 2017 tak terulang kali ini. “Ini karena pasar tampaknya lebih bullish," kata CTO bursa cryptocurrency Bitfinex Paolo Ardoino dikutip dari Business Insider, pada Januari (3/1). "Kami melihat masa depan yang sangat cerah untuk semua investor bitcoin."

Berdasarkan laman Coinbase, harga bitcoin mencapai Rp 644,78 juta pada akhir pekan lalu (24/9). Namun Cina mengumumkan akan melarang transaksi seluruh aset kripto.

Harga bitcoin pun langsung anjlok menjadi Rp 581 juta pada hari yang sama.

Namun, harganya Rp 596,3 juta pada Siang hari ini (29/9). Bahkan sempat menyentuh Rp 631,7 juta pada Senin (27/9).