Marak Jual Beli KTP, Fintech Dorong Pemerintah Rampungkan RUU PDP

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Ilustrasi. KTP merupakan salah satu data pribadi untuk mengidentifikasi pengguna fintech.
Editor: Yuliawati
7/2/2022, 18.37 WIB

Praktik jual-beli KTP yang marak bertebaran di forum media sosial, marketplace, hingga situs kejahatan dunia maya (dark web) merugikan penyelenggara teknologi finansial (fintech). Asosiasi fintech pun mendorong agar pemerintah dan DPR segera merampungkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi atau PDP.

Wakil Ketua Umum I Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Karaniya Dharmasaputra mengatakan, praktik jual beli KTP mengganggu fintech di sejumlah sektor. Sebab, KTP menjadi salah satu data pribadi yang digunakan untuk mengidentifikasi penggunanya.  

"Sudah banyak sindikat yang jual beli KTP, ini merugikan fintech," katanya dalam media briefing Indonesia Fintech Society (IFSoc) pada Senin (7/2).

Data pribadi yang beredar secara terbuka bisa dimanfaatkan sejumlah oknum. Misalnya, dalam mengajukan layanan pinjaman online di platform fintech lending.

Belum lagi sejumlah data pribadi dari platform e-commerce atau situs marak diretas dan diperjual-belikan di darkweb. Bahkan, baru-baru ini warga Indonesia marak yang menjual KTP di marketplace NFT alias non fungible token.  

Data-data pribadi itu kemudian dicocokkan hingga dapat diketahui nomor kependudukannya. Lalu, pelaku bisa memanfaatkan data KTP itu untuk tindakan kejahatan lain, seperti penipuan kepada pengguna fintech.  

Oleh karena itu, industri fintech pun mendorong agar ada regulasi yang berfokus menangani perlindungan data pribadi tersebut. "Kami mendorong RUU Perlindungan Data Pribadi segera dibahas lagi. Banyak negara yang sudah punya regulasi data pribadi, kami harap Indonesia segera punya," kata Ketua Steering Committee IFSoc Mirza Adityaswara.

IFSoc mencatat, 136 negara di dunia sudah mempunyai regulasi perlindungan data pribadi. Bahkan, negara seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand sudah mempunyai regulasi tersebut.

Dengan adanya regulasi tersebut, kata Mirza, pemanfaatan identitas digital bagi fintech akan semakin aman. Pengguna layanan fintech juga akan semakin percaya terhadap fintech.

Namun, pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi tak kunjung selesai. Aturan ini juga terus molor dari target. Yang terbaru, pembahasan rancangan RUU Perlindungan Data Pribadi ditarget rampung akhir tahun ini.  

Padahal, pembahasan RUU PDP sudah melalui lebih dari tiga masa sidang. Sebanyak 145 dari total 371 daftar inventarisasi masalah (DIM) selesai dibahas.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, selain mengandalkan RUU Perlindungan Data Pribadi, fintech bisa menerapkan otentikasi dua faktor untuk menanggulangi maraknya jual beli KTP.  

"Kami usulkan agar sektor fintech melakukan otentikasi dua faktor, jadi tidak hanya KTP saja, tapi boleh KK, foto wajah, atau tanda tangan digital," ujar Zudan.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan