Cara BI Genjot Transaksi Uang Elektronik yang Capai Rp 35 Triliun

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Warga menunjukan sejumlah aplikasi berbelanja daring yang ada di telepon pintarnya di Pos Block, Jakarta, Jumat (19/11/2021).
14/2/2022, 12.37 WIB

Transaksi uang elektronik mencapai Rp 35,1 triliun per Desember 2021. Bank Indonesia (BI) mengandalkan tiga inisiatif dalam mempercepat digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia.

Pertama, membuat regulasi, lisensi, pelaporan hingga supervisi. Gubernur BI Perry Warjiyo, instansinya menyederhanakan peraturan, mengklasifikasikan industri, dan mendorong industri agar bisa bekerja sama.

“Bahkan terlibat bersama unicorn atau decacorn," kata Perry dalam acara G20 BI Finance Tracking Side Event Series secara virtual, Senin (14/2).

Unicorn merupakan sebutan bagi startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Sedangkan decacorn lebih dari US$ 10 miliar atau setara Rp 140 triliun.

Kedua, mengembangkan sistem infrastuktur berdasarkan 3I, yakni integrasi, interoperabilitas, dan interkoneksi. Oleh karena itu, BI meluncurkan standardisasi kode quick response atau QRIS.

Berdasarkan laporan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021, jumlah mitra penjual alias merchant pengguna QRIS mencapai 12,2 juta per akhir tahun lalu (5/11/2021). Angka ini melonjak 297,1% dibandingkan 22 Maret 2020 sebanyak 3,08 juta.

BI juga membuat Standar Nasional Open API (SNAP). "Ini menjadi standar integrasi sistem pembayaran digital bersama," katanya.

Ketiga, sinergi dan kolaborasi. BI mendorong pelaku sistem pembayaran di Indonesia mengembangkan ekosistem misalnya, menggaet Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

"Ada juga program sosial dari pemerintah. Ini bisa diintegrasikan bersama," katanya.

Berdasarkan data BI, transaksi uang elektronik melonjak selama pandemi Covid-19. Nilai transaksinya meroket 58,6% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 35,1 triliun per Desember 2021.

Sedangkan volume transaksi menggunakan uang elektronik melonjak 13,63% dalam sebulan akhir tahun lalu. Rinciannya, yakni dari 530,02 juta pada November menjadi 602,29 juta kali pada Desember 2021.

Namun, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menilai ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi dalam digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia. Salah satunya, kesenjangan digital.

"Kemampuan jaringan komunikasi, smartphone, pembayaran digital di berbagai wilayah berbeda," kata Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Widjaja Kamdani.

Tantangan lainnya yaitu keamanan siber, literasi digital yang rendah, dan minimnya talenta digital. "Ada 75% perusahaan teknologi di Indonesia mengatakan bahwa mempekerjakan talenta lokal itu sulit. Saya pikir link and match adalah tantangan," katanya.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan