Investor mencairkan investasi mereka di kripto tether atau USDT lebih dari US$ 10 miliar atau sekitar Rp 146 triliun. Salah satu penyebabnya yakni sentimen kejatuhan harga terra luna.
Tether merupakan stablecoin terbesar di dunia. Pasokannya justru turun dari rekor Rp 84,2 miliar pada 11 Mei menjadi sekitar US$ 73,3 miliar kemarin (23/5), menurut data dari CoinGecko.
“Sekitar US$ 1 miliar ditarik pada Jumat malam,” demikian dikutip dari CNBC Internasional, Selasa (24/5).
Secara harfiah, stablecoin bisa diartikan sebagai mata uang yang nilainya dipatok atau diikat dengan referensi eksternal, seperti mata uang, komoditas, atau instrumen keuangan lain. Dilansir dari Investopedia, stablecoin bertujuan memberi alternatif atas volatilitas tinggi dari salah satu mata uang kripto yang paling populer, yakni bitcoin.
Kehadiran stablecoin diharapkan mampu mengatasi masalah volatilitas harga kripto. Caranya, dengan menjanjikan mata uang kripto yang stabil dengan mematok harganya pada aset seperti uang fiat dan komoditas lainnya.
Kripto terkait stablecoin yakni terra luna anjlok 99,99%. Berdasarkan data Coindesk, harga Terra Luna Rp 1,2 juta pada awal Mei (4/5). Kini hanya Rp 2,49.
Padahal harganya sempat mencapai Rp 1,7 juta bulan lalu. Kini, penurunan harga Terra Luna merupakan yang tertinggi dibandingkan kripto lainnya. Rinciannya sebagai berikut:
Terra luna berperan untuk menstabilkan harga dari terra stablecoin yakni terraUSD atau UST. Ketika harga UST turun, maka terra luna akan dijual atau dibakar alias dihancurkan. Ini untuk menstabilkan harga.
Anjloknya harga terra luna menimbulkan gelombang kejutan bagi pasar crypto. Kripto seperti bitcoin dan etherum ikut melorot. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi regulator.
“Setiap kali ada kegagalan atau bencana di kripto, ketakutannya selalu yakni seseorang akan salah membaca situasi dan mengoreksi secara berlebihan dalam posisi yang tidak membantu seluruh komunitas secara besar-besaran,” kata Co-creator dari Tezos blockchain Kathleen Breitman.
“Meskipun saya senang melihat hal-hal yang tidak masuk akal gagal, selalu ada nada seperti, 'Apakah orang akan memperkirakan dari kejadian ini bahwa segala sesuatu yang merupakan stablecoin tidak sehat?' Itu selalu menjadi ketakutan besar,” tambah dia.
Padahal, terraUST berbeda dengan tether. TerraUST tidak didukung oleh mata uang fiat yang disimpan dalam cadangan.
TerraUST mengandalkan beberapa rekayasa kompleks, yakni stabilitas harga dipertahankan melalui penghancuran dan penciptaan UST dan saudaranya yakni terra luna.
Investor terpikat oleh janji hasil penghematan 20% dari Anchor, platform pinjaman yang mendukung terra. Namun kini, harga terra luna dan terraUST anjlok.
“Meskipun kami telah menyaksikan erosi kepercayaan investor, kami tidak boleh membuang semua stablecoin ke luar jendela,” kata Kepala fintech AS di Norton Rose Fulbright Stephen Aschettino.
“Begitu banyak perusahaan ingin terlibat dengan cryptocurrency, tetapi masih mencari cara terbaik untuk menavigasinya. Saya pikir industri secara keseluruhan akan menyambut kejelasan peraturan yang lebih besar,” tambah dia.
Namun demikian, kepanikan atas terraUSD atau UST menarik perhatian ke stablecoin lainnya, khususnya tether.
Regulator dan ekonom telah lama mempertanyakan apakah tether memiliki aset yang cukup dalam cadangannya untuk membenarkan pasak yang diklaim stablecoin terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
“USDT, cukup sederhana, didukung penuh oleh agunan,” kata Tether dalam pernyataan resmi, Senin (23/5).
“Ini telah mempertahankan pasaknya karena setiap USDT dapat ditukarkan dengan dolar melalui tether. Oleh karena itu, setiap kali harga turun di bawah US$ 1, investor dapat memperoleh keuntungan dengan membeli USDT dengan diskon dan menebusnya dengan tether,” tambah perusahaan.
Perusahaan sebelumnya mengklaim bahwa tether didukung satu banding satu dengan dolar di rekening bank. Kemudian, perusahaan menyatakan bahwa kripto ini juga menggunakan aset lain termasuk surat berharga dan token digital sebagai jaminan.
Penambahan aset sebagai jaminan itu diputuskan setelah penyelesaian sengketa dengan Jaksa Agung New York.
Pekan lalu, Tether mengatakan akan mengurangi jumlah surat berharga yang dimilikinya dan meningkatkan kepemilikannya atas tagihan Treasury AS. Untuk pertama kalinya, perusahaan yang berbasis di Kepulauan Virgin Inggris ini mengatakan juga memegang beberapa utang pemerintah asing.
Tether menolak berkomentar lebih lanjut tentang sumber dananya, tetapi mengatakan sedang melakukan audit yang lebih menyeluruh atas cadangannya.