Sejumlah startup telah menyandang unicorn, termasuk Xendit. Untuk mencapai level perusahaan dengan nilai di atas US$ 1 miliar tersebut, perusahaan pintu pembayaran atau payment gateway ini melewati jalan berliku, melalui sejumlah kegagalan dalam mengembangkan produk.
Karena itu, Co-Founder & COO Xendit, Tessa Wijaya memberi tips, untuk membangun perusahaan rintisan tidak bisa hanya mengandalkan satu ide. Hal ini berkaca pada pengalaman para pemegang operasi Xendit, yang nyaris menjadi perusahaan blockchain.
“Banyak orang menyangka startup itu dimulai dari satu ide dan wow sampe sukses. Tapi banyak startup yang idenya benar-benar beda, jadi harus pivoting,” kata Tessa dalam program serial podcast Impactalk yang dirilis oleh Impactto belum lama ini.
Tessa bercerita, sebelum dia bergabung ke Xendit, perusahaan rintisan tersebut sempat berpikir untuk membuat blockchain, yang erat kaitannya dengan aset kripto. Blockchain adalah buku besar terdesentralisasi dan terdigitalisasi, yang mencatat informasi transaksi aset kripto dalam urutan kronologis.
“Tapi di 2015, siapa yang mau mengikuti bclockchain?” ujar Tessa. Ketika membuat blockchain, Tessa mengatakan, tidak ada transaksi. [Perbincangan lengkap program Impacttalk tersebut bisa dililhat pada link berikut ini]
Startup itu pun kembali mencari inspirasi lain dan muncul ide membuat perusahaan mobile payment seperti Venmo di Amerika. Saat perjalanan awal, dompet digital tersebut memiliki banyak pengguna. Namun selang beberapa lama, mereka sadar bahwa pengguna hanya akan memakai jasa mobile payment jika ada diskon.
Pada 2015 belum terlalu banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan layanan keuangan digital, termasuk mobile payment. Kondisi tersebut menjadi tantangan dan dinilai belum bisa dikembangkan di Indonesia kala itu, sehingga Tessa dan tim kembali membuat pivot untuk kedua kalinya.
Seiring perjalanan membangun Xendit, Tessa bercerita bahwa Moses Lo selaku Founder dan CEO Xendit berfokus pada produk payment gateway. Sementara Tessa mulai membangun produk berbeda untuk usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM, dengan nama Click Cell. Sayangnya, produk tersebut tidak berjalan mulus.
Tessa bercerita, selama tiga bulan menjadi manajer produk, Click Cell belum ada yang menggunakan produk rintisannya tersebut. Alhasil, produk Click Cell dibatalkan dan dia kembali untuk fokus pada produk payment gateway.
Sebagai startup infrastruktur untuk pembayaran, Xendit menghubungkan pebisnis dengan bank atau Mastercard dan Visa. Tessa mengandaikan Xendit sebagai perusahaan logistik yang berperan memindahkan uang yang semuanya dilakukan di dunia maya atau digital.
“Belajar dari Click Cell, sebagai Co-founder yang membangun produk sendiri, sebenarnya deep down kita untuk tahu produk ini enggak menarik buat konsumen. Cuma, kadang susah move on,” ujarnya.
Dari kegagalan Click Cell ini, Tessa juga belajar pentingnya berinteraksi dengan pelanggan lebih awal. Interaksi tersebut untuk mengetahui minat pengguna serta melihat kebutuhan konsumen yang akan menjadi target pasar. Dia juga mengatakan salah satu kesalahannya selama membangun Click Cell yakni mereka menanyakan kebutuhan pelanggan, namun tidak benar-benar mendengarkan.
Menurut dia, untuk mendengarkan review pelanggan juga membutuhkan strategi khusus, termasuk merespons pertanyaan. Saat ini, Tessa dan tim benar-benar mendengarkan customer. “Itu sesuatu yang besar, enggak cuma bertanya tapi juga mendengarkan,” ujarnya.
Kini Xendit berhasil tumbuh sebagai unicorn. Teranyar, Xendit meraih pendanaan seri D US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,4 triliun. Pendanaan tersebut dipimpin oleh Coatue dan Insight Partners.
Selain itu, Accel, Tiger Global, Kleiner Perkins, EV Growth, Amasia, Intudo, dan Goat Capital milik Justin Kan menambah investasi di Xendit. Selanjutnya, unicorn itu berencana memperluas ekspansi ke tiga negara, seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Sebelumnya, Xendit menjadi pemegang saham minoritas PT Bank Sahabat Sampoerna atau Bank Sampoerna. Kepemilikan Xendit di bank tersebut tercatat sebesar 14,96 %. Dengan begitu, Xendit akan menjadi mitra teknologi Bank Sampoerna untuk pengembangan teknologinya.
Berikut ini gambaran kepemilikan saham Bank Sampoerna per April 2022 seperti terlihat dalam grafik Databoks di bawah: