Riset Katadata Insight Center (KIC) dan Amartha mencatat bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia kesulitan memanfaatkan platform digital seperti media sosial untuk berjualan. Ada sejumlah kendala atau hambatan yang dihadapi UMKM untuk berjualan secara online.
Riset bertajuk 'Indonesia Grassroot Enterpreneur Report’ itu menggunakan metode survei kepada 402 responden yang memiliki usaha mikro dan ultra-mikro. Mereka tinggal di Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan.
Survei dilakukan pada 1 – 8 November 2021. Tingkat kesalahan atau margin of error +/- 4,9%, dengan interval kepercayaan 95%.
"Riset ini telah dirancang untuk mengumpulkan wawasan dari tingkat akar rumput pada berbagai aspek, yang bertujuan untuk mengembangkan intervensi inovatif oleh berbagai pemangku kepentingan," demikian dikutip dari riset tersebut, pada Jumat (22/7).
Riset tersebut menghasilkan Amartha Prosperity Index. Ini merupakan indeks komposit yang dirancang untuk lebih memahami keadaan UMKM dan tingkat kesejahteraannya.
Ada tiga aspek yang dilihat, yakni dimensi inklusi keuangan, tingkat kedalaman pelaku usaha menggunakan produk keuangan dan digital, serta adopsi digital.
Hasilnya, Amartha Prosperity Index UMKM Indonesia tercatat 59,64. Angka ini tergolong level sedang.
Angka ini didapat salah satunya dari skor untuk dimensi inklusi finansial yang mencapai 84,83. "Hal ini menunjukkan bahwa UMKM di Indonesia memiliki setidaknya satu produk keuangan, seperti tabungan, pinjaman, atau produk keuangan lainnya," demikian dikutip dari riset.
Namun, pada dimensi tingkat kedalaman pelaku usaha dalam menggunakan produk keuangan dan digital tergolong rendah.
Sub-dimensi penggunaan produk keuangan misalnya, skornya hanya 22,55. Sub-dimensi ini menunjukkan seberapa aktif UMKM menggunakan berbagai produk dan jasa keuangan bank konvensional dan non bank untuk mendukung usahanya.
Begitu juga dengan sub-dimensi akses dan benefit ke layanan pinjaman 35,19.
Kemudian, pada dimensi adopsi digital angkanya ada yang tinggi dan rendah. Sub-dimensi adopsi perangkat dan infrastruktur digital misalnya skornya 82,8. Kemudian, sub-dimensi akses internet 56,43 dan sub-dimensi penggunaan media digital 80,57.
"Angka-angka ini menunjukkan bahwa betapa akrabnya UMKM di Indonesia dengan dunia digital, terutama dengan penggunaan aktif layanan perpesanan seperti WhatsApp dan media sosial, Instagram dan TikTok," demikian dikutip dari riset.
Namun, sub-dimensi digital commerce hanya 20,5. Artinya, UMKM belum menggunakan internet untuk tujuan produktif.
Riset juga menunjukkan bahwa masih banyak UMKM yang memilih berjualan secara offline daripada online. Terdapat beberapa kendala yang UMKM dalam berdagang online.
Pertama, kurangnya pengetahuan dalam menggunakan platform digital menjadi masalah utama (44,8%). Kedua, pelanggan sedikit yang tertarik untuk membeli produk secara online (41,8%).
Riset ini juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemangku kepentingan. Misalnya, UMKM butuh bantuan transisi pindah berjualan ke online.
Selain itu, meningkatkan kualitas dan pemerataan infrastruktur digital. Kemudian, mendorong ekosistem digital yang masif.
"Masih ada kesenjangan infrastruktur digital antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta daerah pedesaan dan pinggiran kota," demikian dikutip dari riset.
Sebelumnya, Chief Risk & Sustainbility Officer Amartha Aria Widyanto menyampaikan, untuk mengatasi masalah ini perusahaan menyediakan pendamping bagi para peminjam yang merupakan ibu rumah tangga. Mereka memberikan pendampingan selama 50 minggu.
“Ini proses yang dibutuhan Amartha untuk mengedukasi dan menciptakan kebiasaan agar ibu rumah tangga ini mulai terbiasa mencatat keuangan,” ujar Aria.
“Bagaimana menentukan profit margin yang sesuai harapan? Lalu, kami mengajarkan mereka untuk menyisihkan uang guna meningkatkan kesejahteraan,” tambah dia.
Amartha juga meluncurkan aplikasi guna memudahkan para peminjam meningkatkan usaha. Salah satunya, menyediakan fitur yang memungkinkan mereka menjual pulsa.
Indonesia memiliki 65,5 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada 2019. Jumlah itu meningkat 1,98% dibandingkan pada 2018 yang sebanyak 64,2 juta unit. Berikut grafik Databoks: