Startup pinjol banyak yang menyasar UMKM. Namun seringkali pedagang maupun pelaku UMKM gagal mendapatkan utang di platform teknologi finansial pembiayaan alias fintech lending.
“Kalau mengajukan utang ke fintech untuk usaha, belum tentu disetujui,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia atau AFPI Kuseryansyah kepada media usai acara Peluncuran Eksklusif Riset AFPI dan EY Parthenon ‘Studi Pasar dan Advokasi UMKM di Indonesia’ di Jakarta, Jumat (14/7).
Sebab, kematangan digital usaha para UMKM dinilai belum mencukupi misalnya, pendapatan yang belum stabil.
“Mengajukan pinjaman dengan nama pribadi bisa jadi lebih cepat disetujui ketimbang nama perusahaan,” ujar dia. “Kematangan digital semakin tinggi, maka semakin mudah dilayani oleh fintech.”
AFPI dan EY Parthenon Indonesia membagi UMKM Indonesia dalam beberapa kategori yakni:
- Ultra mikro dan Mikro:
- Omzet Rp 250 juta - 1,5 miliar per annum
- Aset Rp 250 juta – Rp 1 miliar
- Tiga sampai lima karyawan
- Usaha kecil:
- Omzet Rp 1,5 miliar – Rp 10 miliar per annum
- Aset Rp 1 miliar – Rp 3 miliar
- Enam sampai 20 karyawan
- Usaha menengah:
- Omzet Rp 10 miliar – Rp 50 miliar per annum
- Aset Rp 3 miliar – Rp 10 miliar
- 21 - 50 karyawan
Startup fintech lending atau pinjol membagi tingkat kematangan digital UMKM sebagai berikut:
- Tidak matang
- Pengetahuan digital tidak ada hingga dasar
- Pengetahuan finansial tidak ada hingga dasar
- Cenderung matang digital
- Pengetahuan digital menengah hingga ahli
- Pengetahuan finansial tidak ada hingga dasar
- Cenderung matang finansial
- Pengetahuan digital tidak ada hingga dasar
- Pengetahuan keuangan menengah hingga ahli
- Matang digital dan finansial
- Pengetahuan digital menengah hingga ahli
- Pengetahuan keuangan menengah hingga ahli