Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan telah men-takedown atau menghapus iklan berisi promosi perusahaan fintech P2P lending atau pinjaman online alias pinjol. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi sejak awal tahun konten yang dihapus mencapai 45.
Frederica mengatakan pada triwulan pertama 2024, OJK telah memantau 2.210 iklan produk dan/atau layanan jasa keuangan. Dari total iklan tersebut, OJK menemukan konten yang melanggar aturan.
“Jadi ada beberapa yang diawal kami melakukan pembinaan, kami beritahu bahwa iklan ini tidak sesuai, kami minta mereka untuk takedown dan juga memperbaiki,” kata Frederica dalam konferensi pers RDKB OJK secara virtual, Senin (10/6).
Menurut Frederica bila terjadi kesalahan terkait iklan dilakukan berulang maka penyelenggara pinjol tersebut akan dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis dan denda. Namun bila kesalahan sama dilakukan lagi makan diberikan sanksi tegas.
Friderica mengatakan iklan merupakan salah satu cakupan pengawasan perilaku pelaku usaha yang dilakukan oleh OJK. Hal ini juga sejalan dengan standar pengawasan yang dilakukan oleh para regulator lain di berbagai negara, termasuk konten yang disalurkan melalui financial influencer di platform media sosial.
“Kami sangat menyadari bahwa iklan merupakan pintu awal bagi konsumen untuk mengenal produk keuangan sebelum memutuskan mereka mau membeli atau tidak,” kata dia.
OJK menurut dia melakukan pengaturan di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 1 tahun 2013 yang diperkuat dengan POJK nomor 22 tahun 2023. Aturan ini mengatur para penyelenggara harus menyediakan informasi mengenai produk dan layanan secara jelas jujur akurat, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan calon konsumen ke konsumennya.
Friderica menjelaskan ketentuan tersebut dibuat supaya konsumen mendapatkan informasi mengenai produk dan layanan yang secara utuh, tidak multitafsir, tidak menyesatkan. Promosi yang benar juga membuat tak ada informasi yang ditutupi sehingga meminimalisir potensi kerugian konsumen.
“Karena kami melihat banyak sekali kasus yang diadukan konsumen, di mana mereka sebenarnya terjebak oleh iklan yang tidak sebagaimana mestinya,” ujar Frederica lagi.