Izin penyedia pinjol TaniFund dicabut sejak 3 Mei. Bagaimana nasib uang pemberi pinjaman alias lender startup fintech lending ini?
Pencabutan izin usaha TaniFund ditetapkan melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-19/D.06/2024 tanggal 3 Mei.
Setelah itu, TaniFund wajib menggelar Rapat Umum Pemegang Saham alias RUPS untuk memutuskan pembubaran dan membentuk tim likuidasi. Ini berdasarkan pasal 85 POJK nomor 10 tahun 2022.
Ketentuan itu juga mengatur pembentukan tim likuidasi paling lama 30 hari kalender sejak tanggal dicabutnya izin usaha.
“TaniFund telah mengajukan pembentukan Tim Likuidasi. OJK dalam proses menelaah kelayakan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya atau PVML Agusman dalam keterangan kepada media, Senin malam (8/7).
Likuidasi merupakan tindakan penyelesaian seluruh aset dan kewajiban penyelenggara sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran. Pelaksanaan likuidasi oleh tim likuidasi wajib diselesaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun terhitung sejak tanggal pembentukan tim likuidasi.
Berdasarkan laman resmi TaniFund, total pinjaman yang disalurkan Rp 520,9 miliar dan yang sudah dibayarkan Rp 398,5 miliar. Dengan begitu, nilai kredit yang belum dibayarkan oleh peminjam Rp 122,4 miliar.
Dana tersebut disalurkan kepada 295 peminjam. Jumlah lender atau pemberi pinjaman yang berinvestasi di TaniFund sebanyak 7.096.
Agusman menyampaikan, berdasarkan neraca penutupan inhouse pasca-pencabutan izin usaha, TaniFund memiliki aset Rp 3 miliar.
Meski begitu, Agusman tidak memerinci bagaimana proses pengembalian dana kepada para lender TaniFund.
Sementara itu, proses hukum oleh aparat penegak hukum terhadap dugaan tindak pidana TaniFund masih berjalan. “Berdasarkan pemeriksaan dan pendalaman yang dilakukan, OJK menemukan adanya dugaan pelanggaran tindak pidana umum,” kata dia.
Agusman menegaskan, pencabutan izin usaha terhadap TaniFund merupakan proses penegakan kepatuhan karena penyelenggara tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK sampai dengan batas waktu yang ditentukan.
Pada 2022, Tris Yulianta yang saat itu menjabat direktur pengaturan, perizinan, dan pengawasan fintech lending OJK menyampaikan bahwa lender memang menanggung risiko jika peminjam telat atau gagal bayar. Hal ini tertuang dalam perjanjian.
“Jadi, tidak ditanggung oleh platform peer to peer lending,” kata Tris kepada Katadata.co.id, pada September 2022 (27/9/2022). Startup pinjol seperti TaniFund hanya berkewajiban menagih cicilan kepada peminjam.