Kemendag dan YLKI Soroti Maraknya Penjualan Ponsel BM di E-Commerce

ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Pedagang memeriksa nomor identitas ponsel (IMEI) dagangannya di Jakarta, Jumat (5/7/2019). Kemendag dan YLKI menyoroti adanya dugaan temuan ponsel ilegal yang diperdagangkan lewat e-commerce.
Editor: Ekarina
17/6/2020, 12.01 WIB

Ponsel ilegal dari pasar gelap (black market/BM) diduga masih marak diperdangangkan secara online atau melalui platform di e-commerce. Padahal, aturan terkait International Mobile Equipment Identity atau IMEI telah diberlakukan sejak 18 April lalu.

Direktur Pengawasan Barang dan Jasa Kementerian Perdagangan Ojak Manurung mengatakan, kementerian mengatakan telah menyiapkan dua peraturan menteri terkait pencegahan  peredaran ponsel dari pasar gelap.

Pertama, peraturan menteri nomor 78 tahun 2019 tentang petunjuk penggunaan layanan jaminan purna jual untuk produk elektronika dan telematika. Kedua, Permendag No. 79 Tahun 2019 terkait dengan kewajiban pencatatan label berbahasa Indonesia pada barang.

(Baca: Aturan IMEI Berlaku, Ponsel Ilegal Aktif Sebelum 18 April Tak Diblokir)

Oleh karena itu, pelaku usaha dan produsen importir wajib mencantumkan IMEI pada kemasan. Pelanggaran kedua aturan ini akan dikenakan sanksi, mulai dari penarikan ponsel dari peredaran hingga pencabutan perizinan dagang.

Bahkan jika mengacu pada Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen pasal 8 huruf i, kasus pelanggaran label ini sudah mengarah ke pidana. Sehingga, pelaku usaha wajib mencantumkan dengan jelas label, mereknya, frekuensinya, dan sebagainya.

"Para marketplace ini juga harus ikut bertanggung jawab terhadap ponsel atau produk HKT (handphone, komputer genggam, dan tablet) yang diperjualbelikan oleh merchantnya,” ujar Ojak dikutip dari siaran pers, Rabu (17/6).
 
Oleh karena itu, para marketplace diimbau meminta surat pernyataan dari para merchant bahwa tidak akan memperjual belikan produk HKT illegal.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, masalah kebijakan validasi IMEI ini harus memprioritaskan aspek perlindungan pada konsumen, bukan semata masalah kerugian negara akibat telepon seluler ilegal. 

"Jika ponsel ilegal masih ditengarai dijual secara online dan mendapat layanan selular, maka kami mengimbau kepada semua pihak terkait untuk memiliki komitmen bersama dan bersinergi untuk mengawal kebijakan ini, termasuk para marketplace," ujar Tulus. 

(Baca: Pemerintah Pastikan Aturan IMEI Lindungi Data Pribadi Konsumen)

Ia mengusulkan agar para pihak terkait selama masa transisi validasi IMEI agar tetap memonitoring atau melakukan sweeping peredaran dan penjualan ponsel BM secara online. Apalagi, saat ini sedang marak beredar informasi tentang ponsel BM iPhone SE 2 2020.

"Jika sudah didata, tinggal ditegur saja e-cormmerce-nya. Ini salah satu cara membangun komitmen bersama agar peredaran ponsel BM berhenti sembari menunggu software pengendali  IMEI berjalan secara optimal,”ujar Tulus.

Sebagai informasi, kebijakan IMEI diterapkan sejak 18 April 2020 lalu karena selama ini ponsel BM cukup 'deras' masuk ke Indonesia. Pemerintah mengklaim bahwa ponsel ilegal mencapai 20% dari total ponsel yang beredar, dan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 2 triliun per tahunnya.
 

Reporter: Cindy Mutia Annur