Tarif Internet Berpotensi Naik Imbas Aturan Pemprov DKI Jakarta

ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Ilustrasi, teknisi XL Axiata memeriksa perangkat BTS di kawasan Rasuna Said, Jakarta, Senin (10/2/2020).
30/7/2020, 16.57 WIB

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana mengubah peraturan tentang jaringan utilitas. Namun, Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) menilai, Rancangan Perubahan Peraturan Daerah (Raperda) itu berpeluang menambah beban biaya operator seluler.

Sebab, Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) itu dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Oleh karena itu, biaya sewa tanah yang dibebankan kepada operator seluler mengikuti harga keekonomian.

Biaya sewa itu disebut-sebut terlalu tinggi. Namun, Ketua Umum APJATEL Muhammad Arif tidak memerinci besaran tarifnya.

“Jika beban operasional kami naik akibat regulasi, ujung-ujungnya masyarakat yang akan terkena dampaknya,” kata Arif dikutip dari siaran pers, Kamis (30/7). Itu artinya, kenaikan biaya operasional bisa dibebankan kepada konsumen dalam bentuk peningkatan tarif kuota internet.

Padahal, sepengetahuannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin investasi di Indonesia terus tumbuh. Salah satu caranya, dengan mengurangi ekonomi biaya tinggi.

Arif menilai, regulasi Pemprov DKI Jakarta itu justru membebani perusahaan telekomunikasi. Selain itu, aturan itu dinilai tidak sinkron dengan regulasi pemerintah pusat.

Salah satu contohnya, izin penyelenggaraan yang dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tidak menjadi tolok ukur dalam hal perizinan di daerah.

Bukan hanya Jakarta, Pemerintah Kota Surabaya membuat regulasi jaringan utilitas beberapa waktu lalu. Bahkan, mereka disebut-sebut memungut biaya sewa tanpa membangun SJUT.

“Kami mengharapkan pemerintah pusat dapat segera turun tangan membenahi regulasi yang ada di daerah,” kata dia.

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur