Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang perusahaan bekerja sama dengan TikTok dan WeChat, kemarin (7/8). Pengembang TikTok, ByteDance pun mengancam akan menempuh jalur hukum.
Perusahaan asal Tiongkok itu menilai, kebijakan Trump sebagai preseden berbahaya. “Kami akan melakukan semua cara untuk memastikan bahwa aturan hukum tidak diabaikan, perusahaan dan pengguna kami diperlakukan dengan adil,” kata TikTok melalui blog resminya, dikutip dari CNBC Internasional, Sabtu (8/8).
Trump menilai aplikasi TikTok memungkinkan Tiongkok memata-matai pegawai dan kontraktor pemerintah dengan mengumpulkan data pribadi. TikTok pun dinilai mengancam keamanan AS.
Tuduhan serupa ditujukan kepada WeChat. Oleh karena itu, Trump melarang perusahaan AS bekerja sama dengan WeChat dan TikTok.
Kebijakan itu berlaku 45 hari setelah diundangkan. Namun, TikTok dan WeChat akan tetap bisa beroperasi di Negeri Paman Sam, jika dijual ke perusahaan AS.
TikTok mengaku kaget atas kebijakan tersebut. Perusahaan juga membantah tuduhan Trump itu.
Perusahaan asal Negeri Panda itu menilai, perintah eksekutif yang dikeluarkan Trump berisiko merusak kepercayaan bisnis global terhadap komitmen AS terhadap supremasi hukum. Padahal, “ini menjadi magnet bagi investasi dan memacu pertumbuhan ekonomi AS selama beberapa dekade,” kata perusahaan.
TikTok juga mulai mempersiapkan pengiklan atas kemungkinan iklan yang tidak dapat berjalan akibat kebijakan tersebut. Perusahaan menegaskan akan mengembalikan uang para pengiklan, jika iklan benar-benar tidak bisa ditayangkan di aplikasi di AS.
Perusahaan akan menawarkan para pengiklan untuk memindahkan kampanye iklan ke platform lain, setelah perintah eksekutif itu efektif berlaku. “Kami berkomitmen untuk menjadi mitra tepercaya bagi merek, agensi, dan pemasar," kata Wakil Presiden TikTok untuk solusi bisnis global Blake Chandlee.