Subkomite Kehakiman Kongres Amerika Serikat (AS) merilis laporan terkait praktik monopoli yang dilakukan oleh raksasa teknologi seperti Google, Apple, Facebook, dan Amazon. Mereka pun menyerukanreformasi Undang-Unudang atau UU Antimonopoli.
Anggota subkomite dari Partai Demokrat Pramila Jayapal optimistis, reformasi UU Antimonopoli akan diperkenalkan dalam tiga sampai enam bulan ke depan. Walaupun ada tantangan dari sisi pemilihan presiden dan kongres.
Pramila menilai reformasi UU itu penting, karena selama ini pemerintah sulit memenangkan perkara dugaan pelanggaran antimonopoli. Padahal, konsumen dan startup kecil akan sulit berkembang akibat praktik monopoli.
"Inovasi dan kreativitas benar-benar terhambat dan bagaimana bisnis kecil dan konsumen merugi," kata Jayapal dikutip dari CNBC Internasional, Rabu (7/10).
Rencana mereformasi UU itu muncul, setelah subkomite antimonopoli merilis laporan terkait dugaan praktik monopoli oleh raksasa teknologi. Laporan ini merupakan hasil penyelidikan selama 16 bulan.
Laporan itu memerinci praktik monopoli dan perilaku antikompetitif yang diduga dilakukan oleh Google, Apple, Facebook, dan Amazon. Keempat perusahaan dinilai menggunakan kekuatannya untuk mengekstraksi konsesi dan mendikte persyaratan kepada pesaing.
Subkomite mencontohkan, Apple mengenakan pungutan 30% atas setiap transaksi di toko aplikasinya, App Store. Lalu Amazon diduga melakukan monopoli pada penjual pihak ketiga di platform-nya. Peran perusahaan sebagai penyedia dominan layanan komputasi awan (cloud) dan kekuatannya di pasar lain, dianggap menciptakan konflik kepentingan.
Kemudian, pemerintah AS menuduh Google menghancurkan persaingan untuk melindungi dan memperpanjang monopoli. Departemen Kehakiman AS mencari tahu apakah Google membelokkan hasil pencarian untuk mendukung produknya sendiri atau tidak selama 14 bulan.
Selain itu, Google diduga menggunakan kekuatannya atas akses ke pengguna untuk menutup persaingan. Perusahaan memang menguasai sekitar 90% pasar mesin pencarian di AS.
Sedangkan Facebook diduga memonopoli industri penyedia platform media sosial. Perusahaan mengakuisisi aplikasi media sosial, Instagram dan percakapan, WhatsApp.
"Mereka (Google, Apple, Facebook, dan Amazon) biasanya menjalankan pasar sambil bersaing di dalamnya," demikian bunyi laporan tersebut, dikutip dari VentureBeat, Rabu (7/10).
Laporan itu juga menjelaskan bahwa raksasa teknologi secara agresif mempertahankan dominasinya melalui akuisisi, praktik antikompetitif, mengumpulkan data pengguna, dan memanfaatkan penguasaan pasar yang ada.
Keempatnya juga mulai berfokus pada pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) di pasar negara berkembang. Ini dinilai bertujuan mengontrol perkembangan teknologi masa depan.
Apple mengatakan bahwa perusahaan tidak mempertahankan pangsa pasar yang dominan dalam kategori apa pun. "Pengawasan itu wajar dan tepat, tetapi kami sangat tidak setuju dengan kesimpulan yang dicapai dalam laporan ini," kata perusahaan.
Amazon juga menilai laporan tersebut salah. "Pemikiran yang salah akan memiliki efek utama memaksa jutaan pengecer independen keluar dari toko online," kata perusahaan melalui blog resminya, Selasa (6/10).
Sedangkan juru bicara Google mengatakan bahwa perusahaan bersaing dengan adil. Ia mengatakan, masyarakat juga tidak ingin Kongres AS merusak produk Google atau layanan gratis yang digunakan setiap hari.
Lalu juru bicara Facebook mengatakan bahwa lanskap kompetitif sudah dilakukan perusahaan ketika mengakuisisi Instagram dan WhatsApp. Langkah ini diklaim masih terjadi hingga saat ini.