Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengajukan proposal kepada pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menambahkan Ant Group ke dalam daftar hitam (blacklist) terkait perdagangan. Padahal, perusahaan teknologi finansial (fintech) milik Jack Ma ini berencana menawarkan saham perdananya atau Initial Public Offering (IPO) di Hong Kong dan Shanghai, Tiongkok.
Namun, dua sumber Reuters yang mengetahui masalah itu belum mengetahui kapan AS akan memasukkan Ant Group, yang dulu dikenal Alipay, ke dalam daftar hitam perdagangan.
Padahal, “aplikasi pembayaran Alipay saat ini tidak tersedia untuk pengguna di AS,” demikian kata juru bicara Ant Group dikutip dari Reuters, kemarin (15/10). Namun, pejabat administrasi Trump beralasan khawatir pemerintah Tiongkok mengakses data perbankan sensitif milik pengguna ke depan.
Perusahaan yang masuk daftar tersebut akan dibatasi kerja samanya dengan korporasi AS. Korporasi Tiongkok lainnya, Huawei lebih dulu masuk daftar entitas ini. Selain itu, Trump memberikan sanksi serupa kepada TikTok dan WeChat, meskipun ditolak oleh hakim di beberapa distrik.
Reuters melaporkan, langkah Departemen Luar Negeri AS itu dilakukan ketika kelompok garis keras Tiongkok berusaha mencegah investor Negeri Paman Sam mengambil bagian dalam IPO Ant Group.
Alipay menargetkan US$ 35 miliar atau Rp 518 triliun dari pencatatan di dua bursa saham. Nilainya melampaui rekor IPO raksasa migas asal Arab Saudi, Saudi Aramco US$ 29,4 miliar pada Desember 2019.
Sedangkan valuasi perusahaan yang 33% sahamnya dimiliki oleh Alibaba itu diperkirakan US$ 200 miliar saat IPO.
Geopolitical Specialist di Center for Innovating the Future (CIF) Abishur Prakash mengatakan, masuknya Ant Group ke dalam daftar hitam perdagangan AS tidak akan berdampak besar pada rencana IPO. "Ancaman itu sebagian besar bersifat simbolis. Ini tidak akan efektif menghentikan Ant Group untuk IPO atau berinvestasi di area kritis seperti blockchain," katanya dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (15/10).
Meski begitu, sanksi daftar hitam dinilai dapat membuat negara lain berhati-hati menghubungkan ekosistem teknologinya dengan perusahaan Tiongkok.
Pemerintah Negeri Panda justru menuduh AS menyalahgunakan konsep keamanan nasional untuk menindas perusahaan asing. Oleh karena itu, Beijing akan terus mengambil langkah tandingan yang diperlukan.
"Itu untuk melindungi hak dan kepentingan yang sah dari perusahaan Tiongkok," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian dikutip dari Forbes, Kamis (15/10).
Di Tiongkok, Alipay menjadi aplikasi pembayaran populer, dan telah memproses transaksi 118 triliun yuan selama setahun terakhir. Perusahaan juga menggaet 1 miliar pengguna aktif tahunan secara global.
Laba Ant Group mencapai 21,9 miliar yuan atau US$ 3,2 miliar pada semester I. Nilainya melonjak 1.052,63% dibandingkan periode sama tahun lalu, 1,9 miliar yuan. Pendapatannya juga melonjak 38% menjadi 72,5 miliar yuan.
Meski miliaran basis penggunanya berada di Tiongkok, perusahaan berencana memperluas pasar ke Asia dan Eropa. Alipay juga akan bermitra dengan penyedia layanan keuangan lokal dengan menawarkan kemampuan teknologinya.
Namun, Ant Group akan bersaing dengan dua pemain global yakni Visa dan Mastercard. Dilansir dari Tech In Asia, Visa mengaku akan melakukan pendekatan kolaboratif menghadapi masuknya Ant Group ke pasar global.
"Kami percaya bahwa pemain baru dan lama memiliki sesuatu untuk ditawarkan satu sama lain," kata juru bicara Visa dikutip dari Tech In Asia, Selasa lalu (12/10).
Di Asia Pasifik, Visa bermitra dengan lebih dari 20 layanan dompet digital (e-wallet). Di pasar ini juga, perusahaan menjangkau lebih dari 1 miliar pengguna dan 65 juta mitra penjual.