Belum Direstui Pengadilan, AS Perpanjang Lagi Waktu Blokir TikTok

123RF.com/Alexey Malkin
Ilustrasi aplikasi video musik pendek TikTok
27/11/2020, 09.31 WIB

Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperpanjang lagi tenggat waktu pemblokiran aplikasi asal Tiongkok, TikTok menjadi 4 Desember. Selama tujuh hari ini, pengembang ByteDance harus merampungkan penjualan platform video pendek itu ke perusahaan Negeri Paman Sam.

AS sudah beberapa kali memperpanjang tenggat waktu pemblokiran. Yang terakhir, TikTok seharusnya diblokir pada Jumat (27/11). Namun, hakim federal AS belum juga merestui ‘pembekuan’ TikTok.

Hakim federal di Pennsylvania dan Washington bahkan membatalkan putusan tersebut. Sedangkan di beberapa wilayah lainnya menunda.

Selain itu, ByteDance memang mengajukan perpanjangan tenggat waktu pemblokiran kepada Komite Investasi Asing AS (CFIUS). Mereka juga meminta pemerintah meninjau risiko keamanan nasional yang menjadi alasan pemblokiran.

CFIUS pun memenuhi permintaan perpanjangan waktu pemblokiran. Namun, “ini untuk meninjau pengajuan (kesepakatan pengalihan saham) yang direvisi,” kata juru bicara Departemen Keuangan AS dikutip dari CNN Internasional, Kamis (26/11).

Kesepakatan yang dimaksud yakni pengambilalihan aset TikTok di AS oleh Walmart dan Oracle. Pembicaraan di antara ByteDance dengan keduanya juga terkait pembentukan perusahaan gabungan, dengan nama TikTok Global.

Walmart dan Oracle akan mendapatkan 20% saham TikTok Global. Lalu, empat dari lima anggota dewan direksinya merupakan warga AS.

Oracle akan menampung semua data pengguna AS di platform komputasi awan (cloud). Selain itu, bertugas mengamankan sistem komputasi terkait.

"Kami 100% yakin dengan kemampuan memberikan lingkungan yang sangat aman kepada TikTok. Selan itu, memastikan privasi data untuk pengguna TikTok di AS dan seluruh dunia," kata CEO Oracle Safra Catz dalam pernyataan resminya, dikutip dari CNET, Kamis (26/11).

TikTok Global juga berencana menciptakan 25 ribu lapangan kerja baru di AS. Selain itu, membayar lebih dari US$ 5 miliar untuk pajak baru kepada Departemen Keuangan AS.

Namun, ada persoalan atas ketentuan kesepakatan tersebut. Salah satu yang mengganjal yakni porsi ByteDance di TikTok Global itu. Pengembang aplikasi asal Tiongkok ini akan memiliki 80% saham TikTok Global, sebelum melantai di bursa saham pada tahun depan.

Akan tetapi, wakil presiden eksekutif Oracle Ken Glueck mengatakan, Oracle atau Walmart akan memperbanyak investasi dan saham di TikTok Global. Kemudian keduanya bakal membuat perusahaan AS menjadi mayoritas pemilik saham. "ByteDance tidak akan mempunyai porsi kepemilikan di sana," katanya.

Selain itu, ada keraguan mengenai pengaturan kepemilikan kedua perusahaan AS dalam memenuhi masalah keamanan nasional. TikTok menilai, pemerintahan Donald Trump belum memberikan umpan balik kepada perusahaan tentang solusi yang diusulkan dalam mengatasi masalah keamanan nasional.

 

Di sisi lain, proses pengalihan kepemilikan TikTok masih harus meminta persetujuan pemerintah Tiongkok. Sedangkan Beijing mengkhawatirkan persoalan teknologi algoritme TikTok.

Pemerintah Negeri Panda bahkan menerbitkan aturan ekspor terkait teknologi baru pada bulan lalu. Mereka melarang penjualan teknologi yang dianggap sensitif seperti analisis teks, pengenalan suara, dan saran konten tanpa lisensi, ke luar negeri.

Peraturan itu dinilai berdampak pada penjualan operasional TikTok kepada perusahaan AS. Sebab, TikTok memiliki teknologi untuk memahami minat pengguna yang dipersonalisasi.

Dalam pernyataan bersama, Oracle dan Walmart tidak mengungkapkan perihal akses terhadap teknologi algoritme inti TikTok. Namun, kebijakan itu menjadi rintangan lain bagi ByteDance, Oracle, dan Walmart untuk memuluskan kesepakatan.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan