Riset perusahaan identifikasi telepon dan pemblokir spam, Truecaller menunjukkan bahwa jumlah panggilan penipuan (scam) di Indonesia menurun pada tahun ini. Ahli teknologi informasi (IT) memperkirakan, para pelaku beralih mencari media lain, salah satunya aplikasi percakapan seperti WhatsApp.
Laporan bertajuk ‘Truecaller Insights Report 2020’ itu menunjukkan bahwa rerata ada 27,9 panggilan spam per bulan pada tahun lalu. Jumlahnya turun menjadi 18,3 pada 2020.
Hampir seluruhnya menggunakan nomor domestik. Dari sisi sektor, paling banyak berasal dari lembaga keuangan (52%), penyedia asuransi (25%), dan operator telekomunikasi (11%).
Selain itu, 21% dari total panggilan spam di Tanah Air merupakan upaya penipuan. Persentasenya turun menjadi 9% pada tahun ini.
Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya menilai, penurunan terjadi karena masyarakat Indonesia mulai sadar terkait pengamanan kode verifikasi atau one time password (OTP). Sedangkan salah satu tujuan penipu yakni mendapatkan kode ini.
Dengan memiliki kode tersebut, penipu bisa mengakses akun e-commerce, dompet digital hingga platform perbankan korban. "Masyarakat mulai sadar atas risiko dan pengamanan kode OTP," kata Alfons kepada Katadata.co.id, Jumat (11/12).
Akan tetapi, Alfons menduga bahwa penipu beralih ke aplikasi perpesanan. Modusnya, bisa dengan menyusupkan perangkat lunak (software) jahat seperti malware ke gadget atau mengeksploitasi celah keamanan sistem. “Bisa melalui SMS atau WhatsApp,” ujarnya.
Meski begitu, Director of Communications Truecaller Kim Fai Kok bahwa jumlah panggilan spam di Indonesia mulai meningkat lagi pada Oktober yakni 22,4%. “Pada era sulit ini, para penipu dan pengirim spam menemukan cara baru untuk mengganggu masyarakat," katanya dikutip dari siaran pers, Selasa (8/12).
Dilansir dari Simpletexting, ada lima cara untuk mengidentifikasi pesan spam atau penipuan. Pertama, pesan teks pemasaran yang sah sering kali dikirim dari kode singkat enam digit seperti 555888. Sedangkan nomor bebas pulsa biasanya 10 digit. “Jika Anda menerima SMS dari 11 digit nomor tak dikenal, kemungkinan besar itu scam,” demikian dikutip.
Kedua, mengaku sebagai keluarga atau orang terdekat. Biasanya mereka berpura-pura mengalami masalah dan membutuhkan bantuan. Simpletexting mengimbau calon korban untuk memverifikasi identitas pengiriman pesan atau penelepon sebelum mengirim uang.
Ketiga, penipu mengiriman pesan atau menelepon terkait pengembalian dana. Biasanya, mereka akan meminta informasi pribadi dengan alasan untuk keperluan pendataan. Setelah mendapatkan data yang diperlukan, mereka bisa mengakses akun e-commerce hingga rekening bank korban.
Keempat, mengirimkan pesan berbentuk imbauan aktiviasi ulang akun. Biasanya berbunyi “kata sandi email Anda telah diretas. Akun Anda telah dinonaktifkan untuk perlindungan. Kirim SMS ke xxx untuk mengaktifkan kembali akun.”
Simpletexting mengimbau pengguna untuk tidak membalas atau mengirim kata sandi ke pengiriman pesan. “Cukup periksa akun yang disebut telah dinonaktifkan. Jika masih aktif, Anda akan mengetahui bahwa pesan itu penipuan,” demikian dikutip.
Terakhir, pesan berbunyi memenangkan hadiah. Biasanya, penipu mengirimkan tautan (link) dan meminta penerima pesan untuk menghubungi. Simpletexting mengimbau pengguna untuk menghubungi kontak resmi perusahaan untuk memverifikasi benar tidaknya memenangkan undian.