Perusahaan asal Singapura, Razer gencar merambah bisnis ekonomi hijau. Korporasi ini membuat perangkat pendukung bermain gim dari bahan daur ulang.
Perangkat yang dibuat seperti joystick, papan ketik atau keyboard, mouse hingga headset gaming. CSO Razer Lee Limeng mengatakan, perusahaan tengah berfokus mengembangkan bisnis berkelanjutan.
"Mengapa kami begitu bersemangat untuk cepat memikirkan bisnis yang berkelanjutan? Karena kami melihat tren seluruh dunia menyasar ke sana," kata Limeng dalam acara Tech in Asia Conference 2021, Rabu (13/10).
Oleh karena itu, Razer membuat perangkat pendukung bermain game online dari bahan daur ulang. Ini untuk mengurangi dampak lingkungan yang disebabkan oleh manufaktur.
Razer kemudian meninjau dan memastikan semua produknya dapat didaur ulang pada 2025. Selain itu, mendorong pelangganuntuk mengembalikan periferal Razer lama ke RazerStore untuk daur ulang gratis.
Chief of Staff Razer Patricia Liu mengatakan, perusahaan melibatkan milenial dan generasi Z untuk kampanye ekonomi hijau. "Pasar kami berfokus pada milenial. Kami juga menyadari krisis lingkungan, jadi kami libatkan milenial," katanya.
Razer pun membuat kampanye #GoGreenWithRazer sejak Maret. Selain itu, membuat maskot kampanye bernama Sneki Snek dan komunitas Razer.
Perusahaan asal Singapura itu juga membuat proyek pendanaan bagi startup yang berfokus pada ekonomi hijau bernama Razer Green Fund. Proyek ini ada di bawah naungan lini bisnis modal ventura zVentures.
Salah satu startup yang didanai oleh Razer yakni The Nurturing Co. Perusahaan rintisan ini mempunyai proyek pembuatan tisu toilet berbahan bambu sekali pakai dan bebas plastik.
Selain Singapura, Razer berbasis di Amerika Serikat (AS). Perusahaan ini memproduksi perangkat game dan merambah lini bisnis teknologi finansial (fintech) lewat akuisisi platform pembayaran elektronik MOL.
Sebelumnya, Founder UMG IdeaLab Kiwi Aliwarga mengatakan bahwa pengembangan teknologi untuk ekonomi hijau seperti yang dilakukan Razer, potensial. Sebab banyak negara menargetkan nol emisi karbon atau zero carbon emissions.
"Semua teknologi yang berdampak terhadap lingkungan, potensial," kata Kiwi saat konferensi pers virtual, pekan lalu (7/10).
Di Indonesia, pemerintah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca hingga 29% dengan usaha sendiri dan 41% lewat dukungan internasional pada 2030. Untuk mencapai target ini, butuh dana Rp 266,2 triliun.
Perusahaan di Indonesia pun gencar berinvestasi pada teknologi ekonomi hijau. Decacorn Tanah Air Gojek misalnya, mempunyai komitmen Three Zeros: Zero Emissions, Zero Waste dan Zero Barriers atau nol emisi pada 2030.
Gojek juga mengembangkan kendaraan listrik dilakukan sebagai komitmen untuk nol emisi pada 2030. Decacorn ini ingin seluruh motor dan mobil di lini bisnis transportasi berbasis listrik.
Selain itu, Gojek membuat fitur hitung emisi karbon GoGreener Carbon Offset. Gojek menggaet startup Jejak.in untuk membuat fitur ini. Melalui fitur itu, pengguna bisa menghitung jumlah emisi karbon sehari-hari dan mengonversinya dengan menanam pohon.