Kominfo Sebut Polisi Usut 5 Kasus Hoaks Soal Virus Corona

ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Warga beraktivitas menggunakan masker di kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (2/3/2020). Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan polisi telah tangani 5 kasus hoaks terkait virus corona.
9/3/2020, 20.13 WIB

Pemerintah terus menindak para penyebar berita bohong terkait merebaknya virus corona Covid-19 saat ini. Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan hingga saat ini polisi sudah menangani lima kasus hoaks terkait corona.

Dua kasus ditangani Polda Kalimantan Timur, dua kasus di Polda Kalimantan Barat, satu kasus lagi ditangani Polresta Bandara Soekarno Hatta. Sedangkan sampai saat ini ada 177 kasus berita bohong terkait virus corona yang tersebar di masyarakat.

Penindakan hoaks dirasa Kominfo penting lantaran membuat resah dan panik masyarakat. "Kami bekerja sama dengan instansi lain untuk menangani kasus ini, kami tidak bisa bekerja sendiri," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo Samuel Abrijani Pangerapan di Jakarta, (9/3).  

(Baca: 19 Pasien Positif Virus Corona di Indonesia, Begini Kondisinya)

Samuel memberi contoh hoaks pada lima kasus itu seperti adanya berita warga negara asing (WNA) yang terkena virus corona dan mengimbau masyarakat jauhi WNA. Ada juga informasi adanya salah satu rumah sakit yang terdapat pasien suspect corona.

Ia mengatakan, pelaku hoaks bisa diancam pidana maksimal sampai 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU ITE. Selain itu penyebar hoaks yang mencemarkan nama baik bisa dijerat pidana dengan penjara 4 tahun dan denda Rp 750 juta. 

"Akhirnya kalau sampai keterlaluan akan kami lakukan tindakan hukum karena hukum adalah upaya terakhir," ujar dia.

Ia mengatakan hoaks yang beredar menurutnya macam-macam, bahkan ada yang mengaitkan dengan hal yang tidak masuk akal. "Ada yang mengaitkan dengan kerjaannya illuminati," kata Samuel.

Sebelumnya Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden atau KSP Ali Mochtar Ngabalin mengimbau masyarakat tidak mudah percaya informasi yang beredar di media sosial atau medsos.

 "Ketika semua informasi kita dapat dari media sosial, apalagi yang tidak bersumber dari media mainstream, maka itu akan mendatangkan malapetaka yang luar biasa,” kata Ngabalin akhir pekan lalu.

(Baca: Tujuh Kasus Baru Positif Corona di Indonesia Tertular dari Luar Negeri)

Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat sampai saat ini sudah ada 105 hoaks atau berita bohong yang tersebar di masyarakat berdasarkan hasil cek fakta. Dari semua hoaks, 33% merupakan kejadian keliru atau yang tidak terjadi.

Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mencontohkan kejadian keliru itu seperti satu kasus adanya informasi salah satu rumah sakit terdapat pasien positif terkena virus corona. "Padahal itu tidak ada. Tapi sudah menyebabkan kepanikan," kata dia.

Selain jenis hoaks kejadian keliru, ada juga berita bohong virus corona yang mengaitkan tentang pencegahan. "Itu juga bahaya. Misal pengobatan keliru, merasa makan bawang putih bisa tangkal corona," ujar dia.

Mafindo mencatat, sebaran hoaks paling banyak ada di platform Facebook, sebarannya lebih dari 40%. Kedua di WhatsApp sebanyak 20% dan Twitter 10%. Menurut Septiaji hoaks soal virus corona mempunyai tingkat sebaran yang tinggi.

Dalam dua bulan saja sudah lebih dari 100 hoaks tersebar. Sebaran hoaks diperparah setelah diumumkannya dua orang WNI positif terkena virus corona pada pekan lalu. "Bisa timbulkan kepanikan. Sekarang hoaks politik saja sudah kalah sama hoaks virus corona," ujar dia. 

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan