Kominfo Beberkan Progres Uji Coba Blokir Ponsel Ilegal lewat IMEI

ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI
Ilustrasi. Kebijakan validasi IMEI ponsel akan diterapkan pada April 2020.
Editor: Agustiyanti
18/2/2020, 10.24 WIB

Uji coba alat blokir ponsel ilegal atau Equipment Identity Registration (EIR)  telah berlangsung sejak kemarin (17/2). Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut progres uji coba skema aturan IMEI atau International Mobile Equipment Identity tersebut berjalan dengan baik. 

Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Direktorat Jenderal SDPPI Kementerian Kominfo Mochamad Hadiyana mengatakan, uji coba alat blokir ponsel ilegal itu telah dilakukan oleh semua operator. XL Axiata dan Telkomsel dipilih sebagai pemandu atau pemimpin dalam uji coba tersebut. 

Hadiyana mengatakan, dalam uji coba fungsi EIR oleh operator XL Axiata telah selesai dilaksanakan kemarin. Namun, uji kinerja sistem informasi basis data IMEI nasional (SIBINA) alias sistem EIR terpusat dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum dapat dilakukan. 

Pihaknya berharap bisa kembali menguji coba SIBINA dan sistem lainnya secara lebih menyeluruh dan lengkap pada Maret mendatang.

"Untuk uji fungsi (EIR) sendiri berjalan dengan sangat baik, semua use case scenario dapat berjalan dengan baik," ujar Hadiyana kepada Katadata.co.id, Senin (17/2) malam. 

(Baca: XL Axiata Uji Coba Blokir Ponsel Ilegal Hari Ini, Telkomsel Besok)

Hadiyana mencontohkan ada beberapa contoh kasus yang dilakukan dalam uji coba kemarin. Pertama, pemindahan SIM Card kepada perangkat yang legal menyebabkan perangkat mendapatkan layanan telekomunikasi seluler.

Kedua, pemindahan SIM Card pada perangkat yang belum terdaftar menyebabkan perangkat mendapatkan layanan selama periode klarifikasi dengan mendapatkan SMS Notifikasi untuk mengklarifikasi status perangkatnya ke SIBINA. Ketiga, pemindahan SIM Card pada perangkat ilegal menyebabkan perangkat tidak bisa digunakan oleh pelanggan.

Keempat, penananganan IMEI cloning. Dalam contoh kasus tersebut, menurut Hadiyana, sistem  akan memblokir perangkat yang teridentifikasi palsu dengan menempatkannya ke dalam daftar hitam (black list). Sistem akan memberikan layanan kepada perangkat yang teridentifikasi asli dengan cara mengawinkannya dengan nomor SIM Card dan menempatkannya dalam daftar pengecualian.

"Skenario yang diuji terdiri dari 15 use case," ujar Hadiyana.

Dalam kesempatan berbeda, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu mengatakan uji coba mekanisme pemblokiran ini dilakukan menggunakan dua pilihan, yakni black list atau white list.

"Uji coba mekanisme black list diwakili oleh operator XL Axiata, sedangkan uji coba mekanisme white list dilakukan terhadap operator Telkomsel," ujar Ferdinandus.

(Baca: Kominfo Siapkan Tujuh Hal Sebelum Berlakukan Aturan IMEI)

Mekanisme black list menerapkan skema normally on yang memungkinkan ponsel legal dan ilegal mendapat sinyal. Setelah diidentifikasi oleh sistem, maka ponsel ilegal (cloning, malformat IMEI) akan dinotifikasi untuk diblokir. "Waktu untuk dilakukan blokir, itu berbeda-beda tergantung case-nya," ujar dia.

Sementara mekanisme white list menerapkan skema normally off. Artinya, hanya ponsel memiliki IMEI legal yang mendapat sinyal untuk menerima layanan telekomunikasi dari operator.

“Uji coba teknis untuk memastikan ponsel yang ilegal benar-benar bisa terblokir,” kata Group Head Communication XL Tri Wahyuningsih kepada Katadata.co.id, hari ini (17/2).

GM External Corporate Communications Telkomsel Aldin Hasyim menyatakan pihaknya akan terus mendukung kebutuhan uji coba penerapan aturan IMEI. Saat ini, Telkomsel terus berkoordinasi dengan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Kementerian Perindustrian, dan Kementerian kominfo.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Ismail mengatakan bahwa operator wajib berinvestasi pada EIR terlepas skema apapun yang dipilih. Adapunpemerintah baru akan putuskan skema apa yang akan diterapkan setelah proses uji coba usai. 

"Dua-dua tetap pakai EIR. Jadi operator pasti butuh. Tidak ada yang bilang (biaya investasi) itu besar, biasa aja. Normal saja," kata Ismail saat rapat kerja dengan DPR di Gedung Nusantara II beberapa waktu lalu (5/2). 

Reporter: Cindy Mutia Annur