Google menghapus aplikasi obrolan ToTok untuk kedua kalinya. Aplikasi perpesanan yang serupa WhatsApp ini dituding melanggar privasi dan menjadi alat spionase bagi Uni Emirat Arab (UEA).
Aplikasi ini sebelumnya ditarik dari Google (Play Store) dan Apple (iOS) pada Desember 2019, tak lama sebelum The New York Times menerbitkan laporan tentang ToTok yang digunakan sebagai alat mata-mata. Namun, pada awal Januari 2020 Google diam-diam mengembalikan aplikasi tersebut.
Seperti dilansir The Verge, Google mengonfirmasi bahwa perusahaan tersebut menghapus aplikasi ToTok untuk kedua kalinya. Namun, perusahaan raksasa teknologi tersebut tidak memberikan alasan dibalik penghapusan itu.
Berikut ini beberapa fakta mengenai aplikasi ToTok yang kami kumpulkan dari berbagai sumber.
1. Aplikasi ToTok dikembangkan oleh Giacomo Ziani
Aplikasi ini diluncurkan di zona ekonomi bebas Abu Dhabi Global Market pada 2019. Dalam waktu yang tergolong singkat, ToTok berhasil meraih banyak pengguna di UEA. ToTok diminati banyak pengguna karena memberikan layanan yang mirip dengan Skype dan WhatsApp, misalnya fitur videocall dengan kualitas HD (high definition), kemampuan untuk mengirim dan menerima foto, serta HD group calls dengan 20 peserta.
(Baca: Pesaing WhatsApp, Telegram Kembangkan Mata Uang Digital dan Blockchain)
2. Tudingan bahwa aplikasi ToTok dimanfaatkan untuk menyadap kegiatan pengguna
Pada Desember 2019, The New York Times mengutip pernyataan salah satu intel Amerika Serikat (AS) yang identitasnya dirahasiakan. Ia menjelaskan bahwa pemerintah UEA diduga memanfaatkan aplikasi tersebut untuk menyadap segala macam kegiatan pengguna ToTok.
Penyadapan tersebut meliputi pelacakan setiap percakapan, pergerakan, hubungan, pertemuan, suara, hingga foto pengguna. Pendekatan ini memberi pemerintah UEA bentuk pengawasan secara langsung yang tidak memerlukan akun atau perangkat target.
(Baca: Akun Resmi IOC dan FC Barcelona di Twitter Diretas OurMine)
Hal ini merupakan perkembangan baru dalam sejarah mata-mata digital oleh rezim otoriter. Meskipun telah banyak pemerintah yang meretas ponsel warganya, tidak banyak yang membuat aplikasi yang seolah-olah sah dan hanya meminta akses ke data mereka.
“Anda tidak perlu meretas orang untuk memata-matai mereka jika Anda dapat membuat orang mau mengunduh aplikasi ini ke telepon mereka. Dengan mengunggah kontak, obrolan video, lokasi, kecerdasan apa lagi yang Anda butuhkan?” ujar Peneliti Keamanan Patrick Wardle kepada The New York Times, akhir Desember 2019.
Perusahaan pengembang ToTok, Breej Holding, diduga terkait dengan perusahaan keamanan yang bermarkas di Abu Dhabi, DarkMatter. Aplikasi ini juga terhubung ke perusahaan penambangan data UEA Pax AI, yang berbagi kantor dengan agen intelijen sinyal Emirates.
(Baca: Waspada, Bug WhatsApp Bisa Curi Data Pribadi Pengguna Melalui Komputer)
3. Bantahan dari pendiri ToTok
Perusahaan yang berkantor di Singapura dan Abu Dhabi ini berulang kali membantah klaim tersebut melalui situsnya. Ziani dalam wawancara dengan Associated Press mengatakan, perusahaannya tidak terkait dengan aparat intelijen UEA.
“Kami dengan tegas menyangkal tuduhan tak berdasar ini. Kami merasa terjebak dalam konspirasi keji terhadap UEA, bahkan kecemburuan oleh beberapa orang, yang tidak ingin aplikasi seperti kami dari wilayah ini menjadi pemain global,” ujar Ziani.
Ia mengatakan, perusahaannya tidak mengumpulkan data percakapan pengguna. Aplikasi ini membutuhkan akses yang sama terhadap perangkat pengguna sebagaimana aplikasi percakapan lainnya.
(Baca: Google Hapus Aplikasi Pesaing WhatsApp yang Diduga Alat Mata-mata Arab)
4. Memiliki 2 juta pengguna aktif setiap hari
Tahun lalu, ToTok termasuk dalam 50 aplikasi gratis yang paling banyak digunakan di beberapa negara termasuk Arab Saudi, Inggris, India dan Swedia. Saat itu aplikasi ini telah diunduh 7,9 juta kali, dengan hampir 2 juta pengguna setiap hari. Secara lokal, aplikasi ini populer karena tidak diblokir seperti aplikasi obrolan terkenal lainnya.
Reporter: Destya Galuh Ramadhani (Magang)