Pernah Langgar Aturan, Maxim Ingin Tarif Ojol Diatur per Provinsi

maxim
Ilustrasi pengemudi Maxim. Setelah mengikuti tarif ojek online yang berlaku, Maxim meminta tarif diatur per provinsi.
29/1/2020, 18.58 WIB

Aplikator asal Rusia, Maxim, sempat melanggar aturan soal tarif ojek online karena memberikan tarif yang lebih murah ketimbang kompetitornya, Gojek dan Grab. Setelah patuh terhadap aturan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) soal tarif sejak Rabu (22/1), kini perusahaan ingin tarif ojek online diatur per provinsi.

Direktur Pengembangan Maxim Indonesia Dmitry Radzun mengatakan, perusahaan mendukung penuh agar penetapan tarif ojek online dapat ditinjau kembali. Sebab, menurut perusahaan, tarif yang berlaku saat ini dinilai tinggi dan tidak mempertimbangkan kemampuan masyarakat di setiap daerah.

Dmitry mengatakan, seharusnya besaran tarif dapat mencapai konsensus yang seimbang antara kepentingan aplikator, kebutuhan pengemudi, dan kemampuan masyarakat.

"Menurut kami, tindakan yang paling adil adalah menyesuaikan tarif minimal ojek dengan upah minimum regional untuk setiap provinsi," ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (29/1).

(Baca: Kominfo Ancam Nonaktif Aplikasi, Maxim Sesuaikan Tarif Ojek Online)

Dia menjelaskan, penetapan tarif berdasarkan zonasi dapat menimbulkan kesenjangan daya beli. Contohnya, upah minimum resmi di Kalimantan Timur yakni Rp 2.981.378,72, sedangkan di Nusa Tenggara Timur Rp 1.945.902. Namun dua provinsi ini masuk ke dalam zona tiga dengan biaya perjalanan minimal Rp 7.000.

"Padahal penghasilan dan daya beli masyarakat di provinsi tersebut berbeda, sehingga biaya perjalanan tidak dapat disamaratakan," ujar Dmitry.

Sehingga, Maxim ingin memberikan peluang usaha yang menguntungkan bagi para mitra pengemudi, salah satunya dengan memberikan potongan komisi yang rendah yakni antara 10 - 11%. 

Selain itu,  perusahaan juga berharap pemerintah segera membahas dan membuat payung undang – undang untuk transportasi ojek online. Pasalnya, di dalam Undang-undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ojek belum diakui sebagai transportasi umum.

(Baca: Pengemudi Minta Status Ojek Online Dilegalkan ke DPR )

"Bahwa setiap mitra pengemudi berhak memperoleh perlindungan hukum yang pasti dan status mereka diakui sebagai sebuah pekerjaan yang layak," ujar Dmitry.

Senada dengan Maxim, Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono meminta agar penerapan tarif ojek online berdasarkan per provinsi. Sebab, permintaan dan kenaikan biaya komponen layanan ojek online berbeda di setiap wilayah.

"Faktor geografis dan willingness to pay (kemampuan untuk membayar) masyarakat di tiap daerah itu berbeda. Jadi sebaiknya disesuaikan saja dengan dua faktor itu," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (27/1).

Sebelumnya, Kasubdit Angkutan Perkotaan Direktur Angkutan Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Bambang Wahyu Hapsoro mengatakan, hasil evaluasi tarif ojek online akan diserahkan kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Nantinya, menteri yang memutuskan tarifnya tetap atau naik.

Sedangkan mengenai perubahan skema penetapan tarif ojek online masih akan dikaji. “Itu butuh waktu panjang. Kalau zonasi kan tinggal utak-atik angka,” kata Wahyu, pekan lalu (24/1).

(Baca: Kemenhub Kaji Tuntutan Driver Ojol Jabodetabek Tarif Jadi Rp 2.500/km)

Reporter: Cindy Mutia Annur