Raksasa teknologi asal Tiongkok Huawei menggandeng perusahaan Belanda TomTom untuk menyediakan layanan navigasi pengganti Google Maps. Langkah ini merupakan buntut dari masuknya Huawei dalam daftar hitam perdagangan Amerika Serikat (AS).

Informasi tentang kerja sama keduanya disampaikan Juru bicara TomTom Remco Meerstra. Menurut dia, kesepakatan terkait sudah dibuat beberapa waktu lalu. "Tapi belum diumumkan kepada publik oleh perusahaan," kata dia seperti dikutip Reuters, Senin (20/1).

Remco menolak untuk memberikan penjelasan detail tentang kerja sama tersebut. Yang jelas, TomTom akan menyediakan layanan peta, navigasi, dan data lalu lintas untuk produk Huawei.

(Baca: Huawei P40 dan P40 Pro Dirilis Maret 2020 Tanpa Aplikasi Google)

Reuters mencatat, TomTom memang tengah menggeser bisnis dari penjualan alat (devices) menjadi penyedia piranti lunak (software). Tahun lalu, perusahaan menjual divisi telematiknya ke perusahaan Jepang Bridgestone guna berfokus pada bisnis yang terkait peta digital.

Adapun Huawei terpaksa mengembangkan sistem operasinya sendiri untuk produk ponsel pintarnya. Ini terjadi setelah pemerintah Amerika Serikat (AS) memasukkan perusahaan dalam daftar hitam perdagangan, pada tahun lalu, dengan alasan keamanan nasional. Perusahaan teknologi asal Tiongkok itu pun dilarang menggunakan lagi sistem operasi resmi Google, Android, termasuk aplikasi Google Maps.

Selain mengembangkan sistem operasinya sendiri, Huawei tengah memperkuat teknologi penyimpanan komputasi awan (cloud). Huawei menjadikan cloud dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) sebagai satu grup bisnis utamanya.

Di tengah pengembangan bisnis tersebut, Huawei diberitakan berencana mencari pendanaan sebesar US$ 2 miliar atau Rp 27 triliun, tahun ini. Huawei mulai menjalin hubungan dengan perbankan untuk mendapatkan pendanaan tersebut.

(Baca: Xiaomi Anggarkan Rp 100 Triliun untuk Kembangkan Teknologi 5G dan AIoT)

Adapun akibat sanksi dari AS, Huawei mencatatkan penurunan pertumbuhan pendapatan. Pada 2019, pendapatan perusahaan tercatat US$ 121,7 miliar atau sekitar Rp 1.686 triliun, tumbuh 18% secara tahunan. Pertumbuhan tahunan ini lebih rendah dari capaian 2018 yaitu 19,5%.

Rotating Chairman Huawei Eric Xu dikutip dari Reuters mengatakan lingkungan eksternal tahun lalu menjadi lebih rumit dari tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut diperkirakan masih akan terjadi pada tahun ini. Ia khawatir, kinerja perusahaan bakal sulit tumbuh secepat awal 2019. Biarpun begitu, Xu mengatakan Huawei akan habis-habisan membangun ekosistem layanan seluler pada tahun ini.