Pemerintah serius menungut pajak dari perusahaan digital asal Amerika Serikat, Netflix. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate bakal mengajak Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membahas teknis untuk bisa memungut pajak dari perusahaan digital tersebut.
"Saya harus berbicara dahulu dengan Menkeu, terkait pajaknya bakal seperti apa, payung hukumnya seperti apa, dan bagaimana secara teknis pajak itu bisa dipatuhi oleh pembayar pajak," ujar Johnny saat ditemui di kantornya, Selasa (31/10).
Menurutnya, sudah menjadi hak pemerintah untuk memungut pajak dari perusahaan digital. Dengan begitu, ada tambahan penerimaan negara dari pajak.
"Tentu menjadi hak Indonesia untuk memperoleh pajak atas nilai tambah, itu perlu," katanya.
Di sisi lain, hampir seluruh negara telah menerapkan pajak untuk perusahaan digital, seperti Australia, Singapura, Jepang, hingga Eropa. Makanya Johnny berharap perusahaan digital di Indonesia juga bisa patuh pajak.
"Kami ingin kewajiban ini bisa diterapkan di Indonesia, karena haknya masyarakat Indonesia juga harus ada. Harus ada amicable solution yang diselesaikan dengan baik-baik," ujarnya.
(Baca: Platform Transaksi Digital Wajib Terdaftar & Data Center di Indonesia)
Biarpun pemerintah berencana memungut pajak dari perusahaan digital, Johnny tetap berharap perusahaan-perusahaan rintisan bisa terus berkembang. Ia bahkan mendorong perusahaan digital Indonesia bisa berkembang di layanan video streaming.
"Karena inovasi di sektor digital ekonomi ini masih sengat luas, kesempatannya masih sangat besar. Sebagai Menkominfo saya berharap ada putra-putri Indonesia yang masuk di sektor tersebut," ujarnya.
Sebelumnya,Sri Mulyani menegaskan Kementerian Keuangan bakal mengejar pajak Netflix, menyusul diterapkannya kebijakan tersebut di Australia, Italia dan Singapura.
Biarpun begitu, Sri Mulyani mengatakan perusahaan itu bukan merupakan badan usaha tetap (BUT) di Indonesia. Alhasil, pemerintah tidak bisa memungut pajaknya.
Padahal, perusahaan berbasis di California itu memiliki banyak pengguna di Tanah Air. “Kami akan terus mencari cara agar tetap mendapatkan hak perpajakan kita dari Netflix," kata Sri Mulyani di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (29/10).
Salah satu caranya dengan mengusulkan undang-undang (UU) yang mengatur perpajakan digital. "Dalam UU yang kami usulkan bahwa konsep mengenai ekonomi digital tidak memiliki BUT tetapi aktivitasnya banyak, maka mereka memiliki kehadiran ekonomis yang signifikan. Oleh karena itu, nantinya wajib membayar pajak," kata dia.
(Baca: Sistem Pembayaran Digital dan Fintech Berpotensi Tumbuh Pesat)
Pemerintah pun sempat memproyeksikan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sektor digital, seperti Google dan Facebook dapat mencapai Rp 27 triliun pada 2025. Rencananya, pajak atas perdagangan elektronik akan menjadi salah satu poin yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) perpajakan.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan pengaturan pajak di sektor digital penting lantaran total konsumsi jasa dan barang tak berwujud dari luar negeri terus meningkat. Pada 2018, angkanya bahkan mencapai Rp 93 triliun.
"Pada 2025, nilai konsumsi ini bisa mencapai Rp 277 triliun, sehingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN)-nya Rp 27 triliun," kata Roberts, beberapa waktu lalu (5/9). Dalam RUU perpajakan yang tengah dirancang itu, pemerintah dapat menunjuk secara legal perusahaan digital sebagai subjek pajak.
Hal tersebut dilakukan dengan mengubah definisi BUT tak lagi didasarkan pada kehadiran fisik, tetapi berdasarkan dampak ekonominya atau significant economic presence (SEP). Nantinya, pemerintah menetapkan dasar yang tepat untuk pengenaan PPh terhadap platform digital.