Hadapi Problem Data hingga Libra, Facebook Tetap Untung Rp 84 Triliun

123RF.com
Ilustrasi. Facebook mencatatkan pertumbuhan pendapatan 29% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 17,7 miliar atau sekitar Rp 247,8 triliun pada Kuartal III 2019.
Penulis: Desy Setyowati
31/10/2019, 14.35 WIB

Facebook mencatatkan pertumbuhan pendapatan 29% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 17,7 miliar atau sekitar Rp 247,8 triliun pada Kuartal III 2019. Padahal, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) ini menghadapi beragam persoalan seperti data hingga proyek uang digital, Libra.

Perolehan pendapatan itu melebihi ekspektasi pasar yang hanya US$ 17,4 miliar. Pendapatan per saham pun mencapai US$ 2,12 per lembar, melebihi estimasi konsensus US$ 1,91.

Facebook pun mencatatkan laba bersih US$ 6 miliar atau sekitar Rp 84 triliun. “Saham Facebook naik 5,18% US$ 198,01 setelah pendapatan diumumkan,” demikian dikutip dari TechCrunch, Kamis (31/10).

Namun, CFO Facebook David Wehner memperkirakan, pertumbuhan pendapatan pada Kuartal IV lebih kecil dibanding sebelumnya. “Tetapi, kami memperkirakan perlambatan pertumbuhan pendapatan kami pada 2020 dibanding Kuartal IV menjadi tidak begitu terlihat,” katanya.

Pada Kuartal III ini, jumlah pengguna bulanan Facebook juga naik 1,65% dibanding kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtoq) menjadi 2,45 miliar. Sedangkan pengguna aktif harian tumbuh 2% menjadi 1,62 miliar.

(Baca: 6 Perusahaan Besar Tinggalkan Proyek Mata Uang Digital Facebook)

Perusahaan teknologi ini mampu mencetak laba dan pertumbuhan pendapatan meski menghadapi beberapa persoalan. Proyek mata uang digital Facebook, Libra misalnya, ditolak oleh pemerintah AS.

Lebih dari enam perusahaan besar meninggalkan entitas terpisah yang memantau perkembangan mata uang digital, yaitu Asosiasi Libra. Perusahaan yang memilih hengkang adalah Visa, Mastercard, PayPal, Stripe, eBay, dan Mercado Pago.

Salah satu penyebabnya, beberapa pejabat AS meragukan keamanan data pengguna Libra. Hal itu mengingat, Facebook pernah tersangkut kasus kebocoran data pengguna oleh Cambridge Analytica.

Pada September lalu, seorang peneliti keamanan Sanyam Jain menemukan basis data berisi lebih dari 419 juta informasi pengguna Facebook yang bocor ke publik. Data itu mencakup nomor telepon, ID Facebook, jenis kelamin hingga asal negara. 

(Baca: Facebook Luncurkan Aplikasi Pendamping Instagram, Mirip Snapchat)

Sebanyak 133 juta data pengguna yang bocor di antaranya berasal dari AS. Lalu, 18 juta dari Inggris dan 50 juta merupakan pengguna asal Vietnam.

Juru bicara Facebook Jay Nancarrow mengatakan, data tersebut merupakan informasi yang sudah lama. Bahkan, menurutnya data-data itu diperoleh sebelum perusahaan membuat kebijakan baru.

Perusahaannya, kata dia, sudah menerapkan kebijakan pencegahan yang memungkinkan menghapus data pengguna sebelum diketahui orang lain. "Kumpulan data telah dihapus dan kami belum memiliki bukti bahwa akun-akun Facebook itu dirampas,” kata dia dikutip TechCrunch, beberapa waktu lalu (5/9).

(Baca: Facebook Gaet Media-media Kredibel untuk Rilis Fitur Berita Berbayar)