Bos Taksi Malaysia Rival Gojek, Berbisnis Ternak hingga E-commerce

Dok. Big Blue Capital
Seorang pengemudi Big Blue Taxi tengah menunggu penumpang. CEO Big Blue Taxi Shamsubahrin Ismail yang melontarkan kritik tentang Gojek akhirnya meminta maaf.
Penulis: Hari Widowati
29/8/2019, 13.31 WIB

Nama Shamsubahrin Ismail menjadi viral di berbagai media massa Indonesia lantaran pernyataannya yang kontroversial mengenai Gojek. Pendiri dan CEO Big Blue Taxi Malaysia itu menyebut layanan Gojek tak pantas berada di Malaysia dan lebih cocok di Indonesia yang merupakan negara miskin.

Pernyataan tersebut memicu kemarahan dari para mitra pengemudi Gojek. Shamsubahrin sudah meminta maaf atas kesalahannya. Namun, ratusan mitra pengemudi Gojek tetap berunjuk rasa ke Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta.

Siapakah sebenarnya Shamsubahrin? Ia adalah pengusaha Malaysia yang memiliki bisnis di berbagai sektor, dari peternakan hingga transportasi dan e-commerce. Shamsubahrin mendirikan Big Blue Capital (M) Sdn Bhd, perusahaan induk Big Blue Taxi, pada 2010.

Dalam keterangan di situs bigblue.my, Big Blue Taxi adalah penyedia layanan taksi yang berkantor pusat di Kuala Lumpur, Malaysia. Big Blue juga memiliki aplikasi transportasi daring (online) untuk memudahkan pengemudi mendapatkan calon penumpang atau sebaliknya.

Aplikasi ini juga memiliki sistem pembayaran berupa dompet digital bernama Blue Pay. Sekilas, aplikasi transportasi online dan dompet elektronik milik Big Blue mirip dengan aplikasi Gojek yang juga memiliki fitur pembayaran Go-pay.

(Baca: Amazon Dikabarkan Bakal Beli Saham Gojek)

Selain layanan transportasi, Big Blue Capital juga membawahi platform e-commerce bernama allhalal.com.my. Situs perdagangan daring itu menjadi wadah untuk mempertemukan penjual dan pembeli produk-produk halal. Produk yang ditawarkan mulai dari makanan, pakaian, produk suplemen kesehatan, hingga fitur e-qurban dan aqiqah.

Di situs perusahaan, Big Blue juga memiliki platform daring untuk perusahaan (business to business/B2B). Namun, tidak ada informasi lebih detail mengenai layanan tersebut.

Seperti dikutip New Strait Times, Shamsubahrin mengritik pemerintah Malaysia yang mengizinkan Gojek beroperasi di negara tersebut. Ia beralasan pemerintah Malaysia seharusnya memperkenalkan layanan serupa milik lokal, seperti Dego Ride. Ia khawatir masuknya layanan transportasi asing itu akan mengancam bisnis lokal.

(Baca: Gojek ‘Dihina’ di Malaysia, 10 Ribu Ojek Online Demo Akhir Pekan Ini)

Pernah Terlibat Kasus Hukum

Jauh sebelum kontroversi ini, nama Shamsubahrin Ismail pernah disebut dalam kasus hukum. Seperti dikutip dari The Star, Shamsubahrin didakwa menipu Ketua National Feedlot Corporation (NFC) Datuk Seri Mohamad Salleh Ismail pada 2011.

NFC memberikan pinjaman sebesar 250 juta ringgit atau sekitar Rp 750 miliar kepada perusahaan milik Shamsubahrin, yakni Shamsubahrin Ismail Resources Sdn Bhd. Pinjaman tersebut digunakan untuk mengembangkan industri peternakan sapi lokal. Dalam jangka panjang, diharapkan pengembangan industri ternak sapi tersebut bisa membuat Malaysia berswasembada dalam produksi daging sapi.

Namun, perusahaan Shamsubahrin gagal memenuhi target produksi pada tenggat yang ditetapkan. Akibatnya, NFC mengajukan kasus ini ke meja hijau lantaran Shamsubahrin dinilai wanprestasi.

(Baca: Akan Didatangi Ratusan Ojek Online, Dubes Malaysia Tanggapi Soal Gojek)

Ketika ditahan oleh aparat berwajib pada 21 Desember 2011, Shamsubahrin mencoba menyuap petugas dengan menawarkan uang sebesar 1,7 juta ringgit atau sekitar Rp 5,1 miliar. Menurut kantor berita Bernama, Shamsubahrin dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara delapan tahun oleh pengadilan setempat pada 18 Mei 2015. Ia juga diwajibkan membayar denda 611.895 ringgit atau setara Rp 1,83 miliar.

(Baca: Ekspansi ke Malaysia, Gojek Bersaing Dengan Tiga Perusahaan Ini)