Huawei Indonesia mencatat pertumbuhan pendapatannya di semester I-2019 naik tipis, yaitu 3% secara tahunan atau year on year (yoy). Chief Technical Officer Huawei Indonesia Vaness Yew mengatakan, kontribusi dari penjualan ponsel pintar (smartphone) kurang dari 3%. Namun, ia enggan merinci berapa total pendapatannya itu.
"Secara keseluruhan, (kenaikan pendapatan Huawei Indonesia) cukup stabil dibandingkan tahun lalu," ujar Vaness saat ditemui dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (31/7).
Perusahaan, menurut dia, tidak menetapkan lini smartphone sebagai arus pendapatan utama bisnisnya di Indonesia. Sebab, apabila berbicara secara global, penjualan ponsel pintar tertingginya tentu ada di Tiongkok.
Dengan pertumbuhan pendapatanyang hanya 3% di semester pertama tahun ini perusahaan optimistis angkanya bisa naik lebih baik lagi di semester berikutnya. "Saya pikir bisnis kami bisa tumbuh dengan stabil hingga akhir tahun," ujarnya. Namun, ia tidak merinci berapa potensi kenaikan tersebut.
(Baca: Terkena Sanksi AS, Penjualan Huawei Malah Naik 23% di Semester I 2019)
Sebelumnya, Huawei melaporkan bahwa pada semester lalu pendapatannya secara global naik 23% menjadi 401,3 miliar yuan atau sekitar US$ 58,28 miliar. Pertumbuhan itu lebih cepat dari periode sebelumnya yang sebesar 15% (yoy).
Tercatat, pengiriman smartphone Huawei melonjak 24% menjadi 118 juta unit, karena penjualan yang kuat di Tiongkok. Hal ini dapat mengimbangi penurunan penjualannya secara global.
Saat ini Huawei masih terkena sanksi dari pemerintah Amerika Serikat (AS). Perusahaan masuk dalam daftar hitam alias blacklist perdagangan sehingga tidak dapat melakukan perdagangan dengan entitas asal negeri Paman Sam tersebut.
Direktur ICT Strategy Huawei Indonesia Mohamad Rosidi mengatakan, posisi Huawei saat ini bersifat independen di tengah kisruh perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Menurut dia, perusahaan sedang fokus pada pengembangan teknologi yang bermanfaat bagi operator dan konsumennya daripada meributkan persoalan politik. "Kami jelas bisa membedakan mana politik dan bisnis," ujar Rosidi.