Pemerintah Amerika Serikat (AS) menambahkan lima perusahaan Tiongkok ke dalam daftar hitam (blacklist) perdagangannya pada Jumat lalu. Keputusan ini dilakukan jelang pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping di KTT G20 yang berlangsungpada 28-29 Juni mendatang di Osaka, Jepang.
Mantan pejabat perdagangan Amerika Serikat William Reinsch mengatakan, pertemuan di Jepang akan membahas apakah perang dagang akan berakhir atau berlanjut tanpa batas. Karena itu, ia menganggap bahwa pengumuman atas lima perusahaan terlarang tersebut waktunya tidak tepat.
"(Pengumuman) itu jelas akan diterima secara negatif oleh Tiongkok," ujar pria yang sekarang menjabat sebagai penasihat senior di Center for Strategic and International Studies seperti dikutip dari The New York Times, Jumat (21/6).
Kelima perusahaan itu, yaitu pembuat superkomputer Sugon beserta tiga anak perusahaannya yang dibentuk untuk merancang microchip, yakni Higon, Chengdu Haiguang Integrated Circuit, dan Chengdu Haiguang Microelectronics; serta Wuxi Jiangnan Institute of Computing Technology.
(Baca: Negosiasi Dagang, Trump dan Xi Jinping Sepakat Bertemu di Jepang)
Menurut Departemen Perdagangan AS, perusahaan-perusahaan tersebut memimpin pengembangan komputasi dengan kinerja yang tinggi di Tiongkok. Bahkan, beberapa di antaranya digunakan dalam aplikasi militer seperti mensimulasikan ledakan nuklir. Hal itulah yang menjadi dasar bahwa kelima perusahaan tersebut berisiko bagi keamanan nasional AS.
Adapun, superkomputer adalah salah satu teknologi kunci masa depan yang ingin dikuasai Tiongkok, selain kecerdasan buatan dan komputasi kuantum. Sementara AS adalah rumah bagi komputer tercepat di dunia, yakni berada di Oak Ridge National Laboratory di Tennessee. Hanya, Tiongkok diketahui membangun lebih banyak mesin ultrafast daripada negara lain.
Sugon adalah salah satu pembuat komputer dan server berkinerja tinggi paling penting di Tiongkok. Mesin-mesinnya pun melayani pemerintah Tiongkok dan perusahaan teknologi besar lainnya, memberi daya mulai dari simulasi militer hingga prediksi cuaca.
Dalam kebanyakan kasus, komputer mengandalkan campuran microchip dari produsen AS seperti Intel dan Nvidia. Dengan menempatkan Sugon dalam daftar hitam tersebut, administrasi Trump secara efektif memotongnya dari 'otak kecil' yang diperlukan untuk membuat miliaran perhitungan pola cuaca dan mendukung aplikasi video serta belanja online.
(Baca: Industri Alat Militer AS Hadapi Risiko Pembatasan Rare Earth Tiongkok)
Salah satu anak perusahaan Sugon yang masuk daftar hitam itu telah membentuk kemitraan dengan pembuat chip AS, yakni Advanced Micro Devices (AMD), untuk menciptakan microchip yang dapat memenuhi permintaan keamanan bagi pelanggan pemerintah Tiongkok. Beberapa pejabat Tiongkok bahkan mengatakan chip itu dapat digunakan dalam generasi baru superkomputer yang lebih cepat.
Dengan mengandalkan chip yang dibuat oleh AMD dan Intel, superkomputer Sugon dapat menjalankan serangkaian perangkat lunak yang lebih luas daripada beberapa komputer tercepat di AS.
Sugon merupakan perusahaan dengan pendapatan lebih dari US$ 1 miliar tahun. Pengucilannya dari perusahaan teknologi AS adalah 'pil pahit' yang harus ditelan oleh Beijing, karena superkomputernya membentuk inti dari beberapa sistem pemerintah Tiongkok yang paling sensitif dan penting.
Adapun, superkomputer Sugon mendukung State Grid, monopoli yang menjalankan jaringan listrik Tiongkok, seperti China Mobile, penyedia layanan telekomunikasi terbesar di negara itu dan Administrasi Meteorologi Tiongkok. Perusahaan itu juga membuat pusat data untuk perusahaan seperti raksasa e-commerce JD.com dan pemilik aplikasi media sosial TikTok Bytedance.
(Baca: 600 Perusahaan AS Cemas, Desak Trump Akhiri Perang Dagang dengan Cina)
Perusahaan-perusahaan itu dapat mengajukan petisi kepada pemerintah AS untuk mendapatkan lisensi untuk membeli teknologi di negara tersebut, tetapi penambahan mereka ke dalam daftar itu menunjukkan bahwa mereka akan menerima pengawasan ketat dan persetujuan dari AS, sehingga hal itu tidak mungkin terjadi.
Selama bertahun-tahun, perusahaan chip seperti Intel telah menjual microchip yang tersedia secara luas kepada pembuat superkomputer di Tiongkok, bahkan beberapa memiliki hubungan dekat dengan militer. Pada 2015, Departemen Perdagangan AS bergerak untuk menambahkan Universitas Nasional Pertahanan dan Teknologi Tiongkok ke daftar hitamnya, untuk memutus penggunaan chip Intel dalam superkomputer yang menurut pemerintah AS digunakan untuk memodelkan peledakan nuklir.
Menurut daftar resmi superkomputer tercepat Tiongkok, institut ini masih menjalankan dua dari tiga superkomputer tercepat Tiongkok pada prosesor Intel.
Saat ini, Departemen Perdagangan AS juga menyoroti pembatasan berikutnya dalam superkomputer, yakni mesin 'exascale', yang sedang dibangun oleh Tiongkok, AS, dan negara-negara lain. Mesin itu diklaim akan lima kali lebih cepat dari mesin tercepat hari ini.
(Baca: Huawei Tunda Peluncuran Ponsel Lipat Mate X, Bantah Imbas Sanksi AS)
Sebelumnya, perusahaan Tiongkok lainnya yang dilarang mengakses perdagangan teknologinya ke AS adalah Huawei Technologies pada Mei lalu. Selain itu, pemerintah AS juga mempertimbangkan untuk menambahkan daftar hitamnya pada sebuah perusahaan teknologi pengawasan bernama Hikvision.
Dengan adanya pembatasan perusahaan tambahan, otomatis dapat mempersulit upaya untuk mencapai kesepakatan perdagangan. Para pejabat AS dan Tiongkok baru-baru ini memulai kembali perundingan setelah negosiasi mereka gagal pada Mei lalu. Trump menuduh Tiongkok yang melanggar kesepakatan sebelumnya dan kedua negara mengintensifkan pertarungan tarif mereka.