Cegah Akun Anonim, Pengguna Medsos Diminta Cantumkan Nomor Ponsel

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Kementerian Kominfo berharap pengembang platform media sosial menerapkan sistem keamanan dengan nomor ponsel untuk mencegah akun anonim.
Penulis: Michael Reily
20/6/2019, 09.20 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah mengirim surat kepada pengembang platform media sosial (medsos) untuk menerapkan sistem keamanan menggunakan nomor telepon seluler. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya akun media sosial tanpa identitas yang jelas atau anonim.

Dengan begitu, pengguna internet yang akan membuat akun media sosial diminta untuk  mencantumkan nomor ponsel. "Kalau tidak, orang bisa buat akun media sosial sesukanya. Kalau semua seperti itu namanya dark social media. Kisruh tidak bisa ditelusuri," kata Menteri Kominfo Rudiantara di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (19/6).

Rudiantara menyampaikan, kebijakan seperti ini bisa memudahkan penegakan hukum. Sebab, penegak hukum bisa menelusuri penyebar informasi palsu atau hoaks dan konten negatif di media sosial.

(Baca: Warganet Tanggapi Rencana Nomor Ponsel Jadi Syarat Buat Akun Medsos)

Saat ini, beberapa media sosial sudah menerapkan skema keamanan tersebut. Facebook misalnya, menerapkan sistem keamanan ganda yang salah satunya opsi mencantumkan nomor ponsel pengguna. Kebijakan ini termasuk dalam sistem two factor authentication Facebook.

Begitu pun dengan Twitter. Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) ini sudah menerapkan sistem keamanan menggunakan nomor ponsel. Data seperti alamat email dan nomor ponsel digunakan Twitter untuk mengotentifikasi akun, guna mencegah spam, penyelahgunaan, dan penipuan.

(Baca: Kominfo Dukung Rencana Polisi Patroli di Grup Whatsapp)

Selain itu, ia mendukung rencana kepolisian yang akan melakukan patroli siber di grup Whatsapp. Ia menyampaikan, unggahan di media sosial seperti Facebook dan Twitter merupakan ranah publik. "Kalau di WhatsApp ranah private untuk percakapan berdua. Kalau di grup, setiap orang bisa berargumen. Itu ranah publik karena banyaknya anggota," kata dia.

Karena itu, ia mendukung kebijakan tersebut. Selain ranah umum, menurutnya polisi harus tetap menegakkan hukum meski pembicaraan tergolong  pribadi. Hal ini juga sudah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Meski begitu, menurutnya kebijakan ini bukan berarti polisi bisa masuk untuk mengecek percakapan di WhatsApp. Namun, pengecekan dilakukan berdasarkan aduan hukum atau yang dinilai berpotensi melakukan tindak kriminal.

(Baca: Polri Tangkap Penyebar Hoax Penyerangan Masjid Petamburan)

Reporter: Michael Reily